Jakarta (pilar.id) – Belakangan ini ramai dibicarakan soal penyalahgunaan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).
Alat pembayaran ciptaan Bank Indonesia (BI) itu digunakan untuk menipu jamaah Masjid Nurul Iman Blok M Square dan sejumlah tempat ibadah lainnya di Jakarta.
Terkait hal itu, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menjelaskan, pihaknya telah melakukan pemblokiran terhadap penyedia jasa pembayaran (PJP).
“Saat ini sudah dilakukan pemblokiran terhadap QRIS tersebut sehingga tidak dapat digunakan lagi oleh PJP terkait,” kata Erwin, di Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Erwin menjelaskan, mekanisme bagi pedagang untuk dapat memperoleh QRIS dilakukan dengan melakukan pendaftaran menjadi merchant QRIS melalui PJP berizin dari BI selaku penyelenggara QRIS. Dalam proses pendaftaran tersebut, merchant perlu memenuhi persyaratan yang ditetapkan, termasuk data seperti identitas dan profil usaha.
PJP, lanjut Erwin, harus memverifikasi data tersebut sebelum menerbitkan QRIS untuk merchant dimaksud. “Adapun untuk merchant tempat ibadah atau donasi sosial, terdapat dokumen tambahan untuk memastikan merchant tersebut benar merupakan tempat ibadah atau donasi sosial sehingga nantinya dapat ditetapkan tarif MDR 0% bagi merchant dimaksud,” kata Erwin.
Pada case dugaan penyalahgunaan QRIS pada salah satu rumah ibadah di Jakarta, pelaku mendaftar sebagai merchant QRIS dengan nama restorasi masjid namun merchant tersebut tidak terdaftar sebagai tempat ibadah melainkan merchant reguler.
Bank Indonesia juga sudah mengkomunikasikan kepada seluruh PJP untuk mewaspadai modus penyalahgunaan QRIS serupa.
Berdasarkan ketentuan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) terkait pedoman komunikasi merchant QRIS, PJP wajib untuk melakukan edukasi kepada merchant, salah satunya adalah mengenai keamanan kode QRIS yang ditampilkan di tempat umum.
Merchant perlu memastikan secara berkala bahwa kode QRIS yang ditampilkan adalah benar miliknya dan bukan QRIS milik orang lain.
“Kami menghimbau kepada masyarakat, merchant dan PJP untuk bersama-sama meningkatkan keamanan dalam bertransaksi menggunakan QRIS,” kata Erwin.
Dalam rangka meningkatkan kewaspadaan terhadap penyalahgunaan QRIS tersebut, masyarakat atau merchant diminta selalu memperhatikan keamanan transaksi. Sehingga, QRIS yang ditampilkan memang benar milik merchant dan belum mengalami penggantian atau perubahan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Masyarakat, imbuh Erwin, pada saat bertransaksi QRIS dihimbau untuk selalu memperhatikan informasi pada QRIS yang dipindai memang menampilkan nama merchant yang sesuai dengan tujuan transaksi dimaksud.
“PJP juga harus melaksanakan Ketentuan ASPI terkait pedoman edukasi untuk merchant dan pengguna QRIS agar dapat meningkatkan keamanan transaksi QRIS,” tutup Erwin. (ach/din)