Jakarta (pilar.id) – Bank Indonesia (BI) mengklaim struktur utang luar negeri (ULN) Indonesia masih tetap sehat. Hal itu didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan, ULN Indonesia pada Januari 2023 tetap terkendali, tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tetap terjaga di kisaran 30,3 persen. “Sedikit meningkat dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya sebesar 30,1 persen,” kata Erwin, di Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Erwin menjelaskan, posisi ULN Indonesia pada Januari 2023 tercatat sebesar 404,9 miliar dolar AS. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ULN Indonesia pada Januari 2023 secara tahunan mengalami kontraksi sebesar 1,9 persen secara year on year (yoy), melanjutkan kontraksi pada bulan sebelumnya sebesar 4,1 persen (yoy).
Kontraksi pertumbuhan ini bersumber dari ULN pemerintah dan sektor swasta. Perkembangan posisi ULN pada Januari 2023 juga dipengaruhi oleh faktor perubahan akibat pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk rupiah.
Menurut Erwin, utang jangka panjang masih mendominasi dengan pangsa mencapai 87,4 persen dari total ULN. Dalam rangka menjaga agar struktur utang tetap sehat, BI dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
“Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional, dengan meminimalisasi risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian,” kata Erwin.
Di sisi lain, Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyampaikan, utang pemerintah terus melonjak hingga 3 kali lipat selama 8 tahun terakhir. AHY menjabarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang menyebut utang pemerintah mencapai Rp7.733 triliun pada awal tahun 2023.
“Belum lagi utang BUMN yang semakin menggunung sebesar Rp1.640 triliun,” imbuh dia.
Menurut dia, menumpuknya utang tersebut merupakan dampak dari persoalan ekonomi Indonesia yang semakin rumit akibat keuangan negara yang tak dikelola dengan baik. “Anggaran terlalu banyak digunakan untuk membiayai proyek-proyek mercusuar yang tidak banyak berdampak pada kehidupan wong cilik (rakyat kecil),” kata dia. (ach/din)