Jakarta (pilar.id) – Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Bungtilu Laiskodat baru saja mengeluarkan kebijakan yang mengharuskan sekolah di NTT setingkat SMA untuk masuk mulai jam 05.00 WITA pagi.
Kebijakan sekolah jam 5 pagi ini, sontak menimbulkan kontroversi di masyarakat NTT juga di media sosial. Bahkan, beberapa video yang menunjukkan para siswa dan guru sudah berkegiatan di sekolah saat suasana pagi masih gelap juga viral di media sosial.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT Linus Lusi menjelaskan, aturan sekolah jam 5 pagi ini, bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Selain itu, kebijakan masuk sekolah lebih pagi juga bertujuan untuk melatih karakter agar siswa-siswi SMA/SMK di Kota Kupang, NTT memiliki etos kerja tinggi.
Linus berharap para murid semakin disiplin dalam belajar. Ini demi membangun sumber daya manusia di NTT.
“Utamanya untuk melatih karakter agar anak-anak kita bisa disiplin belajar,” ujar Linus, Selasa (28/2/2023).
Sementara itu, Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset Teknologi (Kemendikbud Ristek), Chatarina Muliana Girsang mengatakan, perubahan terhadap kebijakan harus mempertimbangkan pendapat orang tua siswa dan masyarakat.
Menurutnya, Kemendikbud Ristek selalu berkomitmen agar siswa belajar dengan aman dan nyaman di sekolah. Hal ini tentunya sesuai dengan prinsip Merdeka Belajar.
Di sisi lain, Kepala Ombudsman NTT, Darius Beda Daton meminta Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Linus Lusi mengkaji kembali kebijakan penerapan aktivitas sekolah mulai jam 05.00 Wita bagi SMA dan SMK di Kupang.
Sebab, kebijakan tersebut tentunya sangat berdampak luas, karena sangat berhubungan dengan keamanan anak-anak saat bepergian terlalu pagi.
“Saya meminta agar kebijakan itu mohon didiskusikan kembali dengan komite sekolah dan para orang tua,” katanya.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan, ada banyak cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan selain memajukan jam masuk sekolah.
Menurutnya, usulan Gubernur NTT tersebut hanya akan menyulitkan siswa karena akses atau jarak dari rumah ke sekolah masih jauh.
“Saya tidak setuju dengan kebijakan itu karena masih banyak cara lain untuk meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan kita,” ucap Huda. (jel/fat)