Jakarta (pilar.id) – Rabu (16/3/2022) Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar perkara uji formil terhadap Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) atas permohonan dari Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN).
Dalam sidang yang disiarkan secara virtual oleh MK tersebut, kuasa hukum pemohon dari PNKN, Viktor Santoso Tandiasa menilai pembentukan UU IKN tidak mengedepankan asas keterbukaan.
“Karena tidak membuka informasi pada setiap pembahasan,” kata kuasa hukum para pemohon PNKN Viktor Santoso Tandiasa pada sidang perkara Nomor 25/PUU-XX/2022 di Jakarta, Rabu (16/3/2022).
Tidak hadirnya asas keterbukaan ini, menurut Viktor, bisa dilihat dari data yang ada di website DPR. Dari 28 tahapan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) IKN di DPR, hanya tujuh agenda yang dokumen dan informasinya dapat diakses.
“Sementara itu, 21 lainnya dokumen dan informasi tidak dapat diakses publik,” katanya.
Dalam sidang yang disiarkan secara virtual tersebut, dia juga menyinggung keterlibatan partisipasi publik dalam pembentukan sebuah undang-undang.
Hal itu sebagaimana yang pernah disampaikan MK saat membacakan Putusan Nomor 91 Tahun 2020 perkara pengujian formil UU Cipta Kerja. MK telah merumuskan makna partisipasi masyarakat dalam pembentukan undang-undang.
“Partisipasi masyarakat perlu dilakukan secara bermakna,” kata dia.
Partisipasi masyarakat tersebut setidaknya, kata Viktor, harus memenuhi tiga syarat, yaitu hak untuk didengarkan, hak dipertimbangkan pendapatnya, dan terakhir hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan.
“Partisipasi tersebut terutama bagi masyarakat yang terdampak langsung atau memiliki perhatian pada RUU yang dibahas,” ujarnya.
Menurut dia, jika salah satu standar saja tidak terpenuhi, undang-undang yang dibentuk dapat dikatakan cacat formil. Cacat formil sebuah undang-undang sudah cukup bisa dibuktikan apabila terjadi kecacatan dari semua atau beberapa tahapan yang dilalui.
Sebanyak 11 penggugat UU IKN ke MK tersebut, yakni Abdullah Hehamahua, Marwan Batubara, Muhyiddin Junaidi, Letjen TNI Mar. Purn. Suharto, Mayjen TNI Purn. Soenarko M.D., Taufik Bahaudin, dan Syamsul Balda.
Selanjutnya, Habib Muhsin Al Attas, Agus Muhammad Maksum, M. Mursalim R, Irwansyah, dan Agung Mozin. (fat/antara)