Surabaya (pilar.id) – Zamzam Multazam, seorang alumnus Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (UNAIR), baru-baru ini mengambil Sumpah Dokter pada bulan Mei 2023. Sebelum menjadi alumnus, Zamzam menjadi mahasiswa termuda SNMPTN UNAIR angkatan 2017. Ia memulai studi kedokteran di usia yang sangat muda, yaitu 15 tahun.
Saat ini, Zamzam sedang menempuh pendidikan Master of Science in Cardiovascular and Respiratory Healthcare di Imperial College London. Ia merasa sangat bahagia dan bersyukur karena memiliki kesempatan menjadi mahasiswa di salah satu universitas terbaik di dunia.
“Rasanya sulit diungkapkan dengan kata-kata. Alhamdulillah, saya sangat bersyukur. Akhirnya perjuangan yang penuh dengan kerja keras membuahkan hasil yang indah,” ucapnya.
Bagi Zamzam, keputusan untuk belajar di luar negeri bukanlah hal yang mudah. Ia harus mempertimbangkan dengan matang bidang studi yang akan ditekuninya di masa depan. Setelah berpikir panjang, Zamzam memilih untuk fokus pada bidang Kesehatan Kardiovaskular.
Sejak awal kuliah, Zamzam sudah merasa tertarik dengan ilmu kardiovaskular. Ia melihat bahwa ilmu tentang jantung merupakan ilmu yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
“Sejak pertama kali saya belajar tentang ilmu kardiovaskular, saya langsung jatuh cinta. Di dalam ilmu kardiologi, segalanya dapat dijelaskan. Saya suka dengan cara berpikir analitis dalam ilmu ini. Selain itu, ilmu ini sangat relevan dengan kehidupan manusia. Jika jantung sehat, maka seluruh tubuh juga akan sehat,” jelasnya.
Keinginan untuk berkontribusi pada bangsa dan negara semakin menguatkan keputusan Zamzam untuk melanjutkan studi lanjut di luar negeri.
Zamzam bercerita bahwa keinginan ini muncul dari pengalamannya saat terlibat langsung dengan masyarakat, di mana ia menemui berbagai tantangan dalam penanganan penyakit kardiovaskular.
“Ketika saya bertugas di puskesmas, saya berhadapan dengan pasien gawat darurat jantung. Karena keterbatasan, pasien tidak dapat mendapatkan penanganan sesuai standar, kondisinya semakin memburuk, sehingga harus dirujuk dalam kondisi yang tidak stabil. Dari situ, saya menyadari bahwa terdapat kesenjangan antara penatalaksanaan sesuai panduan dengan realitas di lapangan, baik dalam hal obat-obatan, peralatan, SDM, maupun sistem rujukan,” ungkap penerima beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) tersebut.
Berdasarkan masalah tersebut, Zamzam menyadari bahwa diperlukan terobosan baru dalam sistem penanganan penyakit jantung di Indonesia. Oleh karena itu, ia memilih Eropa sebagai tempat untuk melanjutkan studi, karena di sana terdapat para ahli yang menjadi pembuat panduan penanganan penyakit jantung.
“Dari situlah saya bermimpi agar kita (Indonesia, red) memiliki panduan dalam penanganan penyakit jantung, terutama di fasilitas kesehatan primer yang memiliki keterbatasan seperti puskesmas. Saya memilih Eropa karena di sana terdapat para ahli yang menjadi pembuat panduan penanganan jantung. Dengan begitu, saya dapat memperoleh banyak pengetahuan yang nantinya dapat saya aplikasikan di Indonesia,” tambahnya.
Pada akhirnya, Zamzam menyampaikan harapannya untuk dapat memberikan kontribusi pada Indonesia. Setelah menyelesaikan studinya, ia berharap dapat kembali ke Indonesia dan bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan untuk mengatasi masalah-masalah dalam bidang kardiovaskular di Indonesia.
“Saya yakin masalah yang kompleks ini tidak dapat diatasi oleh seorang individu saja. Oleh karena itu, saya berharap dapat membangun kolaborasi dengan orang-orang yang memiliki visi dan misi yang sama, termasuk para pemangku kebijakan. Semoga saya juga dapat terus belajar, meningkatkan kapasitas diri, dan menerapkan ilmu ini untuk kebaikan Indonesia,” tutupnya. (usm/hdl)