Jakarta (pilar.id) – Kendaraan listrik menjadi proyeksi jangka panjang yang populasi dan jumlahnya, ingin terus ditingkatkan oleh pemerintah di jalanan Indonesia. Berbagai produk kendaraan listrik pun kini mulai dibuat dan dimasukkan ke Indonesia.
Untuk mendukung sekaligus memberikan kesiapan infrastruktur terkait transisi dari kendaraan berbahan bakar minyak ke kendaraan listrik ini, PT PLN (Persero) telah menyiapkan beberapa strategi.
PLN bahkan telah menyatakan siap memasok listrik hijau bagi produsen kendaraan listrik yang membangun pabrik di Indonesia. Saat ini, PLN telah memiliki pembangkit listrik hijau dengan kapasitas terpasang saat ini 9 gigawatt dan akan meningkat hingga 29 gigawatt pada 2030.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo dalam keterangan di Jakarta, Selasa (5/4/2022), mengatakan daya terpasang itu mampu memenuhi kebutuhan industri hijau di dalam negeri.
“Saat ini semua industri bergerak menuju energi ramah lingkungan. Melalui Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) hijau yang dicanangkan pada tahun 2021, PLN siap mendukung industri di kawasan industri hijau melalui pembangkit energi terbarukan,” kata Darmawan.
Pada 2022, PLN akan menambah kapasitas terpasang pembangkit energi terbarukan sebesar 228 megawatt. Yang terdiri dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) sebesar 45 megawatt, pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pembangkit listrik tenaga mini hidro (PLTM) 178 megawatt, serta pembangkit listrik tenaga bioenergi 5 megawatt.
Selain dari sisi pasokan, PLN juga membuka peluang kerja sama dalam perdagangan karbon melalui penerbitan Sertifikat Energi Terbarukan atau Renewable Energy Certificate (REC) untuk mendukung pengembangan industri hijau di Indonesia.
“REC menjadi instrumen paling penting dalam menurunkan emisi. Kerja sama ini merupakan bukti nyata bahwa sektor industri mengambil peran luar biasa dalam transisi energi terbarukan,” terang Darmawan.
Sertifikat itu merupakan bukti PLN mewujudkan kerja sama pemenuhan tenaga listrik dari pembangkit berbasis setrum hijau. Darmawan menjelaskan bahwa kontrak pembelian REC dengan durasi kerja sama satu sampai lima tahun akan memberi dampak positif bagi industri.
“Pelanggan memperoleh opsi pengadaan untuk pemenuhan target 100 persen penggunaan energi baru terbarukan yang transparan dan diakui secara internasional dan tanpa mengeluarkan biaya investasi untuk pembangunan infrastruktur,” jelasnya.
Tak hanya itu, industri juga membuktikan eksistensi dalam berkontribusi mengurangi emisi karbon dengan menggunakan energi yang berasal dari pembangkit energi baru terbarukan di Indonesia.
Kontrak pembelian REC juga memberikan dampak bagi pemerintah yang tengah mendorong transisi energi menuju karbon netral 2060.
Darmawan berharap dengan semakin maraknya kontrak pembelian REC, maka hal ini dapat mendorong pertumbuhan pasar nasional energi terbarukan yang bisa mempercepat pencapaian target bauran energi.
“Kami sangat terbuka bagi perusahaan-perusahaan lain yang ingin berkontribusi dalam penggunaan energi hijau dengan memanfaatkan REC ini,” pungkasnya. (fat/antara)