Jakarta (pilar.id) – Pengesahan Rancangan Undang-undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) menjadi UU menuai beberapa kritikan. Salah satunya dari Direktur Pusat Riset Politik Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam.
Menurut Saiful, boleh saja ibu kota pindah, asalkan dilakukan dengan riset dan penelaahan yang mendalam.
“Saya kira pengesahaan RUU IKN ini menjadi problem serius terkait keabsahannya. Apabila ditinjau waktu pembahasan dan sangat cepatnya pengesahan UU IKN ini, maka menimbulkan tanda tanya besar, ada apa dibalik ini semua?” kata Saiful, Senin (24/1/2022).
Ia tidak ingin ada kesepakatan-kesepakatan tertentu dalam pengesahan UU IKN ini. Dia berharap, aparat penegak hukum melakukan penelurusan terkait adanya kemungkinan korupsi, komisi, dan nepotisme (KKN) dalam pengesahan UU IKN.
Selain itu, Saiful juga menilai, pengesahan RUU IKN juga menimbulkan problem konstitutionalitas dalam pembentukannya. Apabila mengacu kepada Pengesahan UU Cipta Kerja, maka tidak jauh berbeda.
Menurut dia, Mahkamah Konstitusi (MK) sangat kuat dan bisa untuk membatalan UU IKN ini. Sebab, dasar pijakan dan argumentasi inkonstitusionalitas UU Cipta Kerja dapat dijadikan argumen oleh MK untuk membatalkan UU IKN.
“Apalagi kita tahu, UU IKN ini hanya beberapa pasal saja, jauh lebih banyak lampirannya. Ini akan menambah persoalan serius dalam implementasi di lapangan. Dengan begitu, UU IKN ini akan banyak interpretasi dalam pelaksanaannya,” pungkasnya. (her/fat)