Jakarta (pilar.id) – Diskusi publik melalui platform Twitter Space yang diselenggarakan oleh Universitas Paramadina pada Senin (31/7/2023) menghadirkan Profesor Didik J. Rachbini sebagai narasumber utama. Dalam diskusi tersebut, Didik menyampaikan pentingnya mengawasi lembaga pemerintahan dan lembaga hukum.
Karena jika lembaga hukum mengalami kerusakan, hal tersebut akan berdampak buruk pada kehidupan masyarakat.
Didik J. Rachbini juga menyoroti tiga penyebab perkembangan terkini terkait KPK. Pertama, kehidupan demokrasi secara umum mengalami kemunduran, dan masalah hukum semakin kompleks. Hal ini mempengaruhi situasi hukum dan sebaliknya, situasi hukum juga mempengaruhi demokrasi.
Kedua, faktor partai politik yang memilih pimpinan KPK. Profesor Didik menekankan pentingnya pemilihan pimpinan KPK yang kredibel oleh warga negara agar lembaga tersebut tetap dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Namun, faktor partai politik dalam pemilihan pimpinan KPK semakin dipertanyakan karena peran partai politik sering dikaitkan dengan isu korupsi.
Ketiga, Profesor Didik mengatakan bahwa KPK telah dilemahkan secara sistematis sejak masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Usaha untuk melemahkan KPK telah ada sejak 15-20 tahun lalu, bahkan sejak masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Hal ini terjadi karena DPR merasa terganggu oleh KPK dan adanya beberapa anggota DPR yang terlibat dalam kasus korupsi.
Narasumber lain dalam diskusi, Dr. Dipo Alam, juga menyoroti kasus KPK terkini terkait penetapan tersangka atas Kabasarnas.
Ia menyatakan bahwa hal tersebut menjadi masalah etis dan legal formal. Penetapan tersangka atas dua personel militer aktif tersebut lahir dari operasi tangkap tangan dan bukan dari pengembangan kasus biasa. Dipo menegaskan bahwa kasus ini harus diproses di peradilan umum karena melibatkan anggota TNI aktif yang bertugas di lembaga sipil.
Kasus KPK yang terus menjadi perbincangan publik ini juga memperkuat kekhawatiran tentang kondisi demokrasi di Indonesia.
Peneliti LP3ES, Wijayanto, menyatakan bahwa indeks GDI (Government Defense Integrity) menempatkan Indonesia pada tingkat yang mengkhawatirkan, menunjukkan masalah dalam sektor pertahanan dan keamanan. Ia mengingatkan bahwa kelemahan demokrasi saat ini bisa mengarahkan Indonesia kembali ke otoritarianisme.
Situasi ini menjadi wake-up call bagi semua pihak untuk berperan aktif dalam menjaga demokrasi dan memastikan penegakan hukum pemberantasan korupsi berjalan dengan transparan dan akuntabel. Kasus-kasus korupsi, baik melibatkan aparat kepolisian maupun anggota TNI, harus diproses dengan adil dan tidak ditentukan oleh kekuatan tertentu.
Diskusi publik ini menggarisbawahi pentingnya peran semua elemen masyarakat dalam menjaga integritas dan keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Semua pihak harus bekerja bersama untuk mencapai konsolidasi demokrasi yang kuat, sehingga Indonesia dapat tetap menjadi negara demokratis yang maju dan berkeadilan. (hdl)