Jakarta (pilar.id) – Peneliti Institute Development of Economic and Finance (INDEF), Eisha M Rachbini menilai, terdapat beberapa dampak dari invasi Rusia terhadap Ukraina, khususnya terhadap ekonomi global.
Pertama terhadap pemulihan ekonomi dunia post covid-19, dengan ancaman inflasi yang telah terlihat di beberapa negara maju dan Indonesia. Lalu, kenaikan harga komoditas dunia.
Jika perang berlanjut, pemulihan ekonomi global juga terancam akan lebih rendah dari prediksi awal. Pertumbuhan ekonomi global diprediksi 4,4 persen di 2022 dan 3,8 persen pada 2023.
“Harga komoditas dunia pada 2022 telah mengalami kenaikan,” kata Eisha, Senin (28/2/2022).
Kata di, Rusia adalah salah satu produsen dunia minyak bumi dan industri pertambangan seperti nikel, alumunium dan palladium.
Rusia dan Ukraina adalah eksporter utama gandum. Rusia juga produsen kalium karbonat (potash) bahan baku pupuk.
Risiko perang akan dapat berdampak pada kenaikan harga minyak bumi yang diperkirakan meningkat mencapai lebih dari US$100 per barrel. Sementara harga bahan bakar minyak meningkat di AS dan Eropa sebesar 30 persen.
Jika konflik berkepanjangan, akan berdampak terhadap global supply chain. Supply chain saat ini telah mengalami hambatan logistik akibat covid-19 yang memicu kenaikan harga komoditas.
Jika supply komoditas dan logistik pengiriman terhambat, serta infrastruktur utama, seperti pelabuhan di area Black Sea jika rusak akibat perang, maka negara maju dapat memberikan sanksi banned atas komoditas Rusia.
“Hal itu pasti akan memperburuk harga komoditas, karena global supply rendah, by excluding Russia natural resources commodity,” kata dia.
Kedua, dampak terhadap Financial Market. Terkait sanksi yang diberikan AS terhadap pemain pasar keuangan dan tech companies Rusia. Harga komoditas meningkat, inflasi, situasi ekonomi global akan merubah skenario The Fed to increase interest rate.
“Dampak terhadap Indonesia, akan terpengaruh perekonomian global dan memperlambat pemulihan ekonomi, terutama emerging market seperti Indonesia,” jelasnya.
Pasar keuangan domestik pada nilai tukar, IHSG inflasi tinggi akibat commodity shock, akan mendorong The Fed menaikkan suku bunga. Berdampak ke depresiasi nilai tukar rupiah, potensi capital outflow, balance of payment (BoP).
“Di pasar keuangan, juga dapat terdampak pada penyaluran kredit, dan kinerja korporasi,” pungkas Eisha. (her/hdl)