Jakarta (pilar.id) – Fenomena eksploitasi terhadap anak di media sosial, utamanya di platform TikTok, jadi sorotan anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani.
Berbicara dalam Seminar Nasional bertajuk ‘Disrupting Harm in Indonesia: Darurat Eksploitasi Anak, Bagaimana Masa depan Indonesia?’ di Kampus Universitas Budi Luhur, Jakarta, Rabu (7/12/2022), ia mengatakan jika eksploitasi anak bukan hanya terjadi di jalanan. Akan tetapi juga di ruang digital, yakni kanal media sosial.
“Cukup banyak kreator konten yang memanfaatkan anak untuk meraup keuntungan ekonomi. Hal ini perlu diantisipasi jangan sampai menjadi bentuk lain dari upaya eksploitasi anak yang harus sama-sama diperangi,” sesal Christina.
Dicontohkan, di TikTok, ada sejumlah anak dimanfaatkan untuk meminta-minta sumbangan. Semisal seorang anak berkebutuhan khusus yang diajak ibunya melakukan siaran langsung TikTok, dengan berharap akan dapat gift dari penonton siaran.
“Kesannya memang berharap ada rasa iba melihat kondisi anak tersebut, tapi di sisi lain ini menjadi cara lain eksploitasi anak oleh orang tuanya untuk kepentingan ekonomi. Fenomena ini patut kita waspadai dan menjadi perhatian bersama,” terangnya.
Christina menambahkan, bentu lain, ada konten yang dilakukan orang tua dengan melakukan pada balita. Konten tersebut dinilai tidak menghibur. Karena si anak menangis ketika di-prank.
Ia percaya, hal seperti ini sejatinya dapat membekas di ingatan di anak sehingga meninggalkan trauma.
“Konten ini sempat viral dan ini bentuk lain kekerasan dan eksploitasi terhadap anak juga. Intinya, masyarakat jangan latah dan harus bijak, pikirkan yang terbaik untuk anak,” kata Christina.
Dia berharap ada peran serta masyarakat semakin aktif dan adanya peningkatan kesadaran untuk melawan praktik-praktik eksploitasi anak yang masih marak terjadi.
Menurut dia, masih ditemukan banyak kasus eksploitasi anak di jalanan. Sehingga, minimal perlu pendekatan untuk memastikan pada orang tuanya agar tidak melakukan praktik tersebut.
“Atau, jika terkait sindikat, maka harus melapor ke aparat penegak hukum; dan terkait di media sosial, kita punya tugas untuk melaporkan akun-akun yang melakukan eksploitasi anak agar dilarang serta langkah lain yang kita anggap perlu,” ujarnya.
Christina mengapresiasi komunitas akademik Universitas Budi Luhur yang memberikan perhatian pada isu eksploitasi anak. Menurut dia, kampus adalah tempat membangun ide atau gagasan bagaimana peristiwa di masyarakat dicermati sekaligus dicarikan solusi. (ret/hdl)