Jakarta (pilar.id) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan sanksi tegas kepada dua Akuntan Publik (AP), Nunu Nurdiyaman, dan Jenly Hendrawan. OJK juga memberikan sanksi kepada Kantor Akuntan Publik (KAP) Kosasih, Nurdiyaman, Mulyadi Tjahjo & Rekan (KNMT). Sanksi tersebut berupa pembatalan surat tanda terdaftar di OJK.
“Surat keputusan pembatalan surat tanda terdaftar di OJK kepada masing-masing melalui Surat Keputusan Dewan Komisioner nomor KEP-5/NB.1/2023, KEP3/NB.1/2023, dan KEP-4/NB.1/2023 tanggal 24 Februari 2023,” ujar Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa, di Jakarta, Selasa (7/3/2023).
Aman menjelaskan, sanksi tersebut dikenakan setelah dilakukan pemeriksaan terhadap AP dan KAP yang memberikan jasa audit atas laporan keuangan tahunan PT Asuransi Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life/WAL) dari tahun 2014 sampai dengan 2019. Sanksi pembatalan surat tanda terdaftar di OJK dikenakan kepada AP atas nama Nunu Nurdiyaman dan KAP KNMT karena dinilai telah melakukan pelanggaran berat sebagaimana dimaksud Pasal 39 huruf b POJK nomor 13/POJK.03/2017 tentang Penggunaan Jasa Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik dalam Kegiatan Jasa Keuangan (POJK 13 Tahun 2017).
Sementara, Jenly dinilai tidak memiliki kompetensi dan pengetahuan yang dibutuhkan sebagai syarat untuk menjadi AP yang memberikan jasa di sektor jasa keuangan. Kompetensi tersebut sebagaimana dimaksud Pasal 3 POJK 13 Tahun 2017 sehingga Jenly dianggap turut menjadi pihak yang menyebabkan terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh AP Nunu Nurdiyaman.
Berdasarkan surat keputusan tersebut di atas, maka AP Nunu Nurdiyaman tidak diperkenankan memberikan jasa pada Sektor Jasa Keuangan sejak 28 Februari 2023. Sedangkan untuk Jenly tidak diperkenankan memberikan jasa pada sektor jasa keuangan sejak 24 Februari 2023, dan KAP KNMT tidak diperkenankan menerima penugasan baru sejak ditetapkannya surat keputusan dan wajib menyelesaikan kontrak penugasan audit atas laporan keuangan tahunan tahun 2022 yang telah diterima sebelum ditetapkannya keputusan, paling lama 31 Mei 2023.
Berdasarkan pemeriksaan, AP dan KAP dimaksud tidak dapat menemukan adanya indikasi manipulasi laporan keuangan terutama tidak melaporkan peningkatan produksi dari produk asuransi sejenis saving plan yang berisiko tinggi yang dilakukan oleh pemegang saham, direksi dan dewan komisaris. Hal ini membuat seolah-olah kondisi keuangan dan tingkat kesehatan WAL masih memenuhi tingkat kesehatan yang berlaku, sehingga pemegang polis tetap membeli produk WAL yang menjanjikan return yang cukup tinggi tanpa memperhatikan tingkat risikonya.
Pada akhirnya, pemegang saham, direksi dan dewan komisaris tidak dapat mengatasi penyebab sanksi yang dikenakan, sehingga OJK mencabut izin usahanya pada 5 Desember 2022. Selanjutnya, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) telah membubarkan WAL dan membentuk tim likuidasi.
Pada saat proses likuidasi berlangsung, beberapa Pemegang Polis mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Terkait dengan pengajuan PKPU tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam amar putusan terhadap perkara nomor 21/pdt.sus/PKPU/2023/PN.Niaga.Jkt.Pst telah menolak permohonan gugatan PKPU untuk seluruhnya.
“Sampai saat ini, tim likuidasi melaporkan telah menerima tagihan dari 7.026 pemegang polis (14.750 polis), 4 kreditur, dan 41 karyawan. Tim Likuidasi juga melaporkan terus melakukan penelusuran aset-aset WAL,” kata Aman.
Untuk mempercepat tugas tim likuidasi, diharapkan para pemegang polis, tertanggung, peserta, karyawan, dan kreditur lainnya dapat segera menyampaikan tagihan. Selanjutnya, tim likuidasi akan melakukan verifikasi untuk menjadi dasar perhitungan penyelesaian kewajiban kepada para pihak.
“Semua pihak diminta untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan OJK meminta pemegang saham pengendali agar kembali ke Indonesia untuk bertanggung jawab atas permasalahan WAL,” kata Aman. (ach/hdl)