Jakarta (pilar.id) – Perkembangan perdagangan crypto di Indonesia sangat pesat. Pada tahun 2020 ‘pelanggan’ crypto asset baru mencapai 4 juta investor.
Jumlah tersebut meningkat pesat pada 2021 menjadi 11,2 juta investor. Sedangkan pasar modal hanya diminati sebanyak 7,49 juta investor, per Desember 2021.
“Bisa dibilang fantastis ya perkembangan investor,” kata Analis Kebijakan Ahli Muda di Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN) Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI Ferry Afi Andi, di Jakarta, Selasa (10/4/2022).
Sementara dari sisi transaksi, jika dibandingkan 2020 hingga akhir 2021 crypto asset mengalami kenaikan hingga 1.222,8 persen secara year to date (ytd). Sedangkan saham, hanya mengalami pertumbuhan sebesar 18,41 persen dan obligasi 15 persen.
Menurut Ferry, angka yang sangat besar tersebut sebenarnya sebuah kabar bagus. Namun, pemerintah perlu melihat lebih dalam terkait perilaku investasi.
“Bagaimana risikonya dari masing-masing instrumen investasi. Terus negara mesti hadir di mana?” kata dia.
Ferry mengatakan, ketika salah satu sektor kegiatan ekonomi mengalami pertumbuhan yang baik, sudah semestinya dapat dinikmati oleh banyak pihak. Salah satu cara distribusi yang dilakukan pemerintah adalah dengan mengenakan pajak.
Namun, Ferry menyebut tak sedikit kegiatan ekonomi yang hanya angin-angingan. Misalnya, ketika terjadi booming batu akik, ikan cupang, hingga tumbuhan gelombang cinta.
“Itu kita harus melihat apakah ini sentimennya ‘ajeg’, stabil atau momumental saja. Jadi dalam pengaturannya kita bisa mengambil metode jangka panjang, jangka pendek, pengaturan khusus atau pengaturan umum,” kata Ferry. (ach/hdl)