Jakarta (pilar.id) – Terkait dengan kasus dugaan korupsi infrastruktur base transceiver stasion (BTS) yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) hingga saat ini masih terus diselidiki oleh Kejaksaan Agung.
Kejagung telah menyatakan bahwa pihaknya berhasil mengumpulkan sejumlah alat bukti elektronik terkait dengan dugaan kasus korupsi tersebut. Namun, hingga saat ini, Kejagung masih belum menetapkan tersangka atau pun memanggil saksi dari kementerian tersebut.
Menurut keterangan dari Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, pihaknya saat ini masih dalam proses pendalaman alat bukti elektronik yang sudah terkumpul.
Kejagung, baru akan menentukan siapa-siapa yang akan dipanggil dan dimintai keterangan terkait kasus dugaan korupsi BTS Kominfo tersebut setelah proses pendalaman alat bukti selesai.
“Sekarang lagi lihat alat bukti yang sudah ada, lagi dianalisis barang bukti elektronik maupun dokumen yang baru diperoleh,” kata Febrie Adriansyah ditemui usai kegiatan Sound of Justice di Gedung Smesco, Jakarta Selatan, Sabtu (19/11/2022).
Menurut dia, penyidik punya waktu satu minggu untuk mendalami alat bukti tersebut, setelah itu mulai bergerak memanggil pihak-pihak terkait untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
“Satu minggu baru setelah itu bergerak, ya memeriksa siapa saja, mana yang dibutuhkan,” kata mantan Kajati DKI Jakarta itu.
Sementara itu terkait nilai kerugian negara yang ditimbulkan dari proyek yang ditangani Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo itu masih dihitung.
Menurut Febrie, nilai kerugian yang diperkirakan Rp1 triliun dari Rp10 triliun nilai kontrak pengadaan 7.904 titik blankspot menara BTS di wilayah 3T, tertinggal, terluar dan terpencil.
“(Kerugian) belum masih koordinasi dengan auditor, nilainya bisa berkembang (dari Rp1 triliun),” kata Febrie.
Pada Rabu (3/11), Penyidik Gedung Bundar memutuskan untuk meningkatkan status penanganan perkara dugaan rasuah proyek penyediaan infrastruktur base transceiver station atau BTS di Kominfo ke tahap penyidikan.
Sejumlah saksi diperiksa dalam perkara ini, di antaranya para pejabat Kominfo dan BAKTI Kominfo, tetapi belum meminta keterangan dari Menteri Kominfo.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Kuntadi menyebutkan, keputusan untuk meningkatkan kasus penanganan perkara ke tahap penyidikan dilakukan setelah penyidik melakukan gelar perkara dan memeriksa sekitar 60 orang saksi pada tahap penyelidikan.
“Berdasarkan hasil ekspos tersebut ditetapkan, diputuskan telah terdapat alat bukti yang cukup untuk ditingkatkan penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penyediaan infrastruktur BTS dan infrastruktur pendukung Paket 1,2,3,4 dan 5 BAKTI Kominfo tahun 2020 sampai dengan 2022,” kata Kuntadi.
Kuntadi mengatakan penyidik juga telah melakukan kegiatan penggeledahan di lima tempat yang diduga terkait dengan tindak pidana dimaksud, yakni kantor PT Fiberhome Technologies Indonesia, PT Aplikanusa Lintasarta, PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera, PT Sansasine Exindo, PT Moratelindo, PT Excelsia Mitraniaga Mandiri, dan PT ZTE Indonesia.
“Hasil penggeledahan telah ditemukan dokumen-dokumen penting yang terkait dengan penanganan perkara tersebut dan sedang kami pelajari, dan kami dalami,” ujar Kuntadi.
Ia menyebutkan, lima paket proyek yang ditangani Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo itu berada di wilayah 3T, yakni terluar, tertinggal dan terpencil, seperti Papua, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera dan NTT.
“Untuk wilayahnya meliputi wilayah Indonesia terluar, tertinggal, pokoknya ter ter ter terpencil. Di Papua ada, Sulawesi, Kalimantan ada, di Sumatra, di NTT ada. Kemudian BTS itu ada sekian ribu titik,” kata Kuntadi.
Berdasarkan hasil penelusuran, proyek tersebut diinisiasi sejak akhir 2020 terbagi atas dua tahap dengan target menyentuh 7.904 titik blankspot serta 3T hingga 2023. Tahap pertama, BTS berdiri ditargetkan di 4.200 lokasi rampung di tahun 2022 dan sisanya diselesaikan tahun 2023. (fat)