Jakarta (pilar.id) – Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bekerja sama dengan Duta Besar Negara Sahabat menyelenggarakan acara pembacaan puisi karya Chairil Anwar di Museum Nasional, dalam rangka memperingati hari lahir sang penyair pada tanggal 26 Juli.
Chairil Anwar dikenal sebagai sosok tak terpisahkan dari perjalanan puisi Indonesia modern. Ia juga diakui sebagai penyair-pejuang yang aktif selama masa perjuangan kemerdekaan Bangsa Indonesia, dengan kontribusi besar dalam penggunaan bahasa Indonesia.
Hilmar Farid, perwakilan dari Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, mengungkapkan bahwa ide untuk melibatkan para duta besar dan perwakilan negara sahabat dalam perjalanan bahasa seni muncul setelah dirinya mengikuti pertemuan terkait terjemahan puisi Chairil Anwar ke berbagai bahasa dunia. Ia percaya bahwa sosok Chairil Anwar secara cukup mewakili perjalanan bahasa Indonesia.
Acara pembacaan puisi Chairil Anwar diawali oleh anggota Lembaga Sensor Film, Noorca M Massardi, yang membawakan puisi Siap Sedia yang diciptakan pada tahun 1944, yang mengisahkan semangat nasionalisme dalam melawan penjajahan Jepang pada masa itu.
Selanjutnya, Duta Besar Australia, Penny Williams PSM, membacakan puisi Sajak Putih yang ditulis pada 18 Januari 1944 dan diterbitkan dalam dua antologi milik Chairil Anwar. Selain itu, Duta Besar Meksiko, Armando G. Alvarez, membacakan puisi Cintaku Jauh di Pulau, dan Penjabat Direktur Pusat Kebudayaan India-Jawaharlal Nehru Indian Cultural Centre, Ram Kumar, membawakan puisi “Kepada Pelukis Affandi” yang ditulis oleh Chairil Anwar pada 1946.
Beberapa puisi Chairil Anwar yang ditulis pada tahun 1946 dibacakan oleh diplomat Nigeria, Yilfwang Barminas Yilkes, yang membawakan Situasi dalam bahasa Inggris, Duta Besar Timor Leste, Filomeno Aleixo Da Cruz, membacakan Pemberian Tahu yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Tetum menjadi Lia-Tatoli, dan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Ukraina, Vasyl Hamianin, membacakan Senja di Pelabuhan Kecil, serta Sajak Buat Basuki Resobowo yang telah diterjemahkan menjadi Een gedicht voor Basuki Resobowo pada 28 Februari 1947 yang dibawakan oleh Duta Besar Kerajaan Belanda, Lambert Grijns.
Dalam kesempatan tersebut, Korea Selatan membacakan Buat Gadis Rasid yang ditulis pada tahun 1948, Dubes Thailand, Prapan Disyatat, membacakan Kita Guyah Lemah yang ditulis pada 22 Juli 1943, dan perwakilan dari Dewan Kesenian Jakarta membawakan puisi Tuti Artic yang ditulis pada tahun 1947. Sebagai penutup, Asmara Abigail membacakan Sajak Doa yang diciptakan oleh Chairil Anwar sejak November 1943 dan diterbitkan pertama kali dalam majalah Pantja Raja pada November 1946.
Hilmar Farid menyatakan kegembiraannya karena para pembaca, yang merupakan perwakilan dari negara-negara sahabat, telah berusaha keras untuk menerjemahkan puisi-puisi Chairil Anwar. Ia mengakui bahwa menerjemahkan puisi dalam bahasa masing-masing bukanlah pekerjaan yang mudah, tetapi mereka berhasil menemukan kata-kata yang tepat sehingga makna dan keindahan bunyi puisi tetap terjaga.
Chairil Anwar (1922-1949) adalah seorang penyair dalam puisi Indonesia modern. Dengan karyanya, ia memperkuat bahasa Indonesia sebagai bahasa puisi. Kontribusinya dalam dunia sastra dan puisi selama hidupnya patut diingat dan dihargai. Bahkan, Ukraina khususnya telah menerjemahkan karya-karya Chairil Anwar ke dalam bahasa Ukraina dan memberikan kenang-kenangan berupa buku Memoar Perjalanan-Perjalanan Hidup Chairil Anwar Aku karya Sjuman Djaya yang baru terbit serta Kalender bergambar Chairil Anwar kepada Dirjen Kebudayaan. (usm/hdl)