Jakarta (pilar.id) – Anggota Komisi IV DPR RI Slamet mengatakan, Indonesia saat ini sedang dihadapkan dengan persoalan pangan yang cukup serius.
Slamet menilai bahwa Indonesia saat ini rawan terkena masalah kelangkaan pangan yang juga mulai menjangkit beberapa negara di dunia.
Hal itu terlihat dari peringkat Global Food Security Index 2022 yang berada di peringkat 63 dari 113 negara dengan skor 60,2 .
“Posisi Indonesia ini cukup rawan apalagi dengan melihat penurunan skor kecukupan pasokan pangan nasional serta gangguan pasokan pangan,” kata Slamet, di Jakarta, Rabu (5/4/2023).
Karena itu, Slamet meminta, Kementerian Pertanian (Kementan) untuk menyusun program tahunan hingga program jangka panjang dengan memperhatikan target pemerintah terkait pemenuhan pangan dalam negeri.
Program tersebut nantinya diarahkan untuk mengurangi prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan, mengurangi potensi penduduk dengan prevalensi kerawanan pangan sedang sampai berat dan meningkatkan nilai tambah tenaga kerja di sektor pertanian.
Jika melihat target pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), kata Slamet, seharusnya Kementan mulai mendesain program-programnya dengan menggenjot produksi dalam negeri dan mengurangi impor.
Salah satunya komoditas bawang putih yang dulunya Indonesia swasembada, kini lebih dari 90 persen kebutuhan dalam negeri bersumber dari impor.
“Seharusnya Kementerian Pertanian mempunyai roadmap untuk mengembalikan kejayaan produksi bawang putih dalam negeri serta sedikit demi sedikit mengurangi ketergantungan impor bawang putih dengan cara menggenjot produksi dalam negeri,” terangnya.
Berdasarkan data yang disampaikan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengenai Prognosis Ketahanan Pangan Tahun 2023 menunjukan komoditas garam, gula, daging ruminansia, bawang putih, dan kedelai masih bergantung pada impor.
Sedangkan telur ayam, beras, ikan, jagung, minyak goreng meskipun secara produksi masih dapat dipenuhi namun kondisinya sangat rentan untuk dipenuhi dari Impor. (ach/fat)