Jakarta (pilar.id) – Pertemuan Partai Golkar, PAN dan PPP baru-baru ini menarik untuk dicermati. Pertemuan ketiganya sangat potensial memberikan warna baru yang menjadikan arus dan dinamika politik jelang Pilpres 2024 bisa berbeda dengan apa yang pernah terjadi menjelang Pilpres 2019 lalu.
Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS), Nyarwi Ahmad mengatakan, pertemuan ini paling tidak menyiratkan empat hal. Pertama, pertemuan ini sangat menarik karena dilakukan oleh parpol-parpol yang masing-masing dari mereka tidak memiliki tokoh-tokoh yang populer dengan tingkat elektabilitas unggulan yang dapat diandalkan untuk memenangkan Pilpres 2024 mendatang.
Kondisi ini, kata Nyarwi, bisa memunculkan dua konsekuensi bagi para tokoh-tokoh yang selama ini oleh data-data survei dari lembaga-lembaga survei kredibel dipandang sudah cukup popular dan memiliki elektabilitas potensial.
Jika ketiga partai tersebut menyelenggarakan konvesi capres secara terbuka dan demokratis, para tokoh-tokoh potensial yang sudah popular dan memiliki potensi akselerasi elektabilitas bagus, namun bukan ketua umum partai, akan memiliki peluang besar untuk dapat dicalonkan dari koalisi yang dibangun oleh ketiga partai ini.
Sebaliknya, jika ketiga partai ini bersepakat untuk mencalonkan pasangan capres-cawapres dari dari kalangan pemimpin maupun tokoh partai tersebut, maka peluang mereka untuk mendapatkan tiket capres atau cawapres dari koalisi dari ketiga partai ini akan lenyap.
Apabila melihat tingkat popularitas dan elektabilitas dari pimpinan Partai Golkar, PAN dan PPP, tampaknya kondisi yang kedua tersebut kecil kemungkinan akan terjadi. Kemungkinan yang terjadi adalah jalan tengah, ketiga partai ini akan melakukan konvensi untuk mendapatkan capres yang paling potensial memenangkan Pilpres 2024.
“Namun, untuk posisi cawapres kemungkinan salah satu dari ketiga ketua umum parpol ini. Dari ketiganya, peluang Airlangga Hartarto untuk dicalonkan sebagai Cawapres tampaknya paling besar,” kata Nyarwi, Sabtu (14/5/2022).
Kedua, lanjutnya, pertemuan ini juga menunjukkan bahwa dinamika internal di dalam masing-masing partai maupun eksternal antar partai yang sudah memiliki kursi di senayan untuk memaksimalkan peluangnya dalam Pilpres 2024 makin memanas. Pertemuan ini menyiratkan partai-partai tersebut tidak mau lagi ketinggalan atau bahkan kehilangan peran yang mestinya dalam mereka lakukan dalam arena Pilpres di Indonesia.
Ketiga, pertemuan ini menunjukkan bahwa peran partai dalam mewarnai proses kandidasi hingga pemenangan dalam Pilpres 2024 akan jauh lebih menguat dibandingkan dengan para tokoh atau komunitas relawan pendukung para tokoh-tokoh populer.
Situasi ini tampaknya agak berbeda dengan apa yang terjadi menjelang Pilpres 2019 lalu dimana para pimpinan partai tampak ‘kurang berdaya’ di tengah menguatnya tekanan para relawan yang menjadi pendukung para Capres yang berpeluang besar dalam pilpres 2019 tersebut.
Keempat, pertemuan ini juga mengindikasikan bahwa bursa pertarungan Pilpres 2024 kemungkinan besar akan diramaikan dengan tiga atau empat episentrum koalisi partai.
Adanya pertemuan tersebut, pimpinan Golkar jelas ingin menunjukkan bahwa partainya adalah salah satu kelompok penting yang dapat bermain dalam memenangkan Pilpres 2024. Di luar Golkar, tiga partai lain dapat menjadi episentrum koalisi, yaitu NasDem, PDIP dan Gerindra.
Jika melihat kondisi saat ini, NasDem tampaknya akan membangun episentrum koalisi sendiri. Demikian juga PDIP dan Gerindra. “Dua yang terakhir dapat saja menjadi episentrum koalisi jika mereka memiliki kesepakatan dalam menentukan formasi pasangan capres-cawapres. Namun, peluang mereka berkoalisi sampai saat ini tampaknya masih kecil,” ujar Nyarwi.
Menurut dia, Golkar, PAN dan PPP dapat berkembang menjadi satu episentrum koalisi parpol yang solid. Meski masing-masing dari partai ini memiliki kelemahan, namun masing-masing juga memiliki kelebihan. Dua diantaranya adalah masing-masing memiliki karakter mesin organisasi politik yang berbeda dan masing-masing juga memiliki segmen pasar elektoral atau pemilih yang heterogen.
Dua kondisi semacam itu bisa menjadi modal penting untuk memenangkan Pilpres 2024. Dua kondisi ini juga menjadikan mereka saling melengkapi satu sama lain. Kondisi ini tidak hanya memungkinkan ketiganya tumbuh menjadi menjadi barisan koalisi yang kokoh saja.
“Namun juga menjadi tantangan cukup serius bagi koalisi-koalisi lainnya yang potensial dikembangkan oleh parpol-parpol lain, khususnya Partai Gerindra dan PDIP,” tegasnya. (her/hdl)