Jakarta (pilar.id) – Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah menghentikan siaran televisi (TV) analog dan secara bertahap beralih ke siaran TV digital, sejak 2 November 2022. Masyarakat bisa menikmati siaran TV digital dengan cara memasang perangkat set-top-box (STB).
Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, menyayangkan keputusan pemerintah tersebut. Karena menurut dia, kebijakan itu diskriminasi untuk rakyat miskin. Rakyat Dipaksa migrasi ke TV digital.
Rakyat miskin tercatat berjumlah 26,16 juta jiwa berdasarkan data BPS Pada Maret 2022 atau 9,5 persen populasi. Mereka tersebar dalam 5,51 juta keluarga, dimana 1 keluarga miskin memiliki 4,74 anggota rumah tangga.
Berdasarkan data BPS, orang miskin di Indonesia adalah individu yang berpenghasilan Rp505 ribu per bulan dengan konsumsi makanan Rp375 ribu/bulan (74 persen) dan nonmakanan Rp131 ribu/bulan (26 persen).
“Jelas, program migrasi ke TV digital tidak akan diikuti oleh 26,16 juta jiwa penduduk Indonesia tersebut karena mereka tidak mampu menikmati siaran TV lagi. Mereka tidak mampu membeli setup box yang senilai Rp250 ribu satu alat untuk menikmati siaran TV digital,” ujar Achmad, Sabtu (5/11/2022).
Menurutnua, TV analog kepunyaan rakyat miskin tidak akan berguna dan akhirnya mereka akan semakin miskin karena jauh dari informasi dan berita.
Kemampuan belanja nonmakanan rakyat miskin itu hanya Rp131 ribu, oleh karena itu dalam program peralihan siaran TV analog ke TV digital, mereka adalah kelompok yang paling dirugikan.
“Pastinya ada perasaan tersisih dalam hati mereka, salah apa mereka memiliki kepemimpinan yang tidak peduli dengan nasib mereka itu,” kata dia. (her/din)