Jakarta (pilar.id) – Kasus hukum yang menjerat Gubernur Papua, Lukas Enembe masih belum menemui titik temu. Lukas Enembe masih terus menolak datang memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan alasan sakit.
Namun, menurut pakar hukum pidana, Universitas Indonesia (UI), Chudry Sitompul menyatakan bahwa keterangan terkait kondisi kesehatan jasmani dan rohani seharusnya dibuktikan oleh penyidik. Bukan justru berdasarkan pada keterangan tersangka dan dari dokter pribadi.
Bahkan lebih lanjut, Chudry menegaskan bahwa pemeriksaan kesehatan harusnya dilakukan oleh penyidik. Dan jika memang diketahui kesehatannya tidak dalam kondisi baik, Lukas Enembe juga harus diperiksa oleh dokter di rumah sakit. Bukan, dokter pribadi.
“Kalau dia menghadapi proses hukum pidana, prinsipnya orang itu akan bisa didengar keterangannya kalau dia sehat jasmani dan rohani. Harus dibuktikan dari penyidik, bukan berdasarkan keterangan dari tersangka dan menggunakan dokter pribadi,” kata Chudry dalam diskusi yang digelar Moya Institute, yang bertajuk “Drama Lukas Enembe: KPK Diuji”, dipantau dari kanal YouTube Moya Institute, Jakarta, Jumat (21/10/2022).
KPK telah menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan gratifikasi sebesar Rp1 miliar pada 5 September 2022. Namun, hingga kini, Lukas Enembe masih menolak untuk diperiksa KPK dengan alasan sakit.
“Mereka dapat dianggap merintangi atau menghalangi upaya hukum yang berlaku, sesuai KUHP oleh aparat penegak hukum,” ucap Chudry.
Sementara itu, pengamat politik dan isu strategis Imron Cotan mengemukakan bahwa Lukas Enembe adalah subyek hukum Indonesia, sehingga harus tunduk pada hukum nasional yang berlaku.
Justru, kata Imron, Lukas Enembe harus menunjukkan jati dirinya sebagai seorang pemimpin sejati dalam menghadapi kasus hukumnya. Lagipula yang bersangkutan belum tentu bersalah.
“Sebagai seorang pemimpin, Lukas Enembe harus memberikan contoh bahwa dia adalah warga negara yang patuh terhadap hukum di mata masyarakatnya. Jangan berdalih mengatasnamakan masyarakat adat Papua, meminta diadili secara adat,” kata Imron.
Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto menilai, pemerintah sejauh ini telah memberikan perhatian lebih untuk pembangunan Papua dan kesejahteraan masyarakatnya.
Namun sayangnya, kata Hery, justru kebijakan positif pemerintah dirusak oleh pemimpin daerahnya sendiri. Oleh sebab itu, menurut Hery, Lukas Enembe bagaimana pun harus bertanggung jawab secara hukum atas kasus yang dihadapinya. (fat)