Yogyakarta (pilar.id) – Rencana mogok yang akan dilakukan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) terus mendapat sorotan. Bahkan muncul pandangan, jika aksi mogok jadi dilakukan, maka sama saja melumpuhkan perekonomian Indonesia.
Sosiolog Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) Bambang Prihandono menyatakan tak seharusnya karyawan Pertamina melakukan mogok kerja. Karena dampaknya sangat besar dan dapat melumpuhkan perekonomian, mengingat Pertamina menjadi pemasok utama bahan bakar minyak di seluruh Indonesia.
“Pertamina itu BUMN yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Dan BUMN itu BUMN milik negara. BUMN harus berkeadilan dan berpihak kepada rakyat dan itu tidak bisa dilepaskan kepada swasta, karena itu sektor strategis yang dikuasai oleh negara,” katanya Kamis (23/12/2021).
Terkait tuntutan kesejahteraan, kata dia, seharusnya hal itu dapat dikomunikasikan dengan manajemen melalui proses yang elegan. Sehingga mogok kerja tak perlu dilakukan.
“Harusnya tidak bisa mogok karena perusahaan milik negara. Seperti halnya rumah sakit itu kan tidak boleh mogok, karena kalau mogok berapa nyawa yang dikorbankan,” ucapnya.
Bambang menilai jika aksi itu dilakukan sama dengan BUMN ingin menghancurkan ekonomi rakyat yang saat ini mulai membaik setelah memburuk akibat pandemi Covid-19.
“Karena itu sebagai sektor strategis, maka ketika demo itu dilakukan, akan menghancurkan ekonomi rakyat, secara etis ada problem. Perusahaan dibiayai negara justru menghancurkan rakyatnya sendiri. Ini masalah serius,” ucapnya.
Terkait sudah tingginya gaji karyawan Pertamina, Bambang enggan berkomentar lebih jauh. Namun, dia menginsyaratkan pentingnya komunikasi dengan manajemen terkait masalah tersebut.
Sementara itu, informasi yang didapat dari beberapa sumber menyebutkan gaji pekerja Pertamina terbilang cukup tinggi. Dalam setahun minimal mendapatkan 20 kali take home pay atau 39 kali gaji pokok. (usm)