Semarang (pilar.id) – Progres intervensi dalam penanganan kemiskinan ekstrem (PKE) di Jawa Tengah menunjukkan tren yang positif dengan terus menurunnya angka kemiskinan. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, optimis bahwa kemiskinan ekstrem di Jawa Tengah akan mencapai target Presiden Joko Widodo pada tahun 2024, yakni nol persen atau mendekati nol.
“Dalam hal ini, masih terdapat banyak tantangan, maka hari ini kita mengadakan rapat untuk merumuskan bagaimana menurunkan angka kemiskinan ekstrem. Data yang kita miliki menunjukkan perkembangan yang positif. Kami akan melaksanakan intervensi dengan cara yang lebih efektif guna mencapai tujuan ini,” ujar Ganjar usai memimpin rapat intervensi PKE bersama pemerintah daerah di Kantor Gubernur Jawa Tengah pada Senin (14/8/2023).
Ganjar menjelaskan bahwa berdasarkan grafik intervensi PKE per tanggal 13 Agustus 2023 pukul 18.00 WIB, terlihat adanya progres yang positif. Data tersebut mengungkapkan bahwa sebanyak 100 persen intervensi telah dilakukan dalam hal stunting dan disabilitas. Kedua masalah tersebut merupakan klaster yang mengalami penanganan paling cepat.
“Stunting dan disabilitas telah kami intervensi 100 persen, terutama untuk kelompok miskin ekstrem,” jelasnya.
Klaster berikutnya yang telah mendapatkan banyak intervensi adalah angka putus sekolah untuk anak-anak dalam keluarga miskin ekstrem. Dari total 10.948 anak, sebanyak 72,1 persen telah mendapatkan intervensi. Sementara itu, sisanya, yaitu sekitar 4.242 anak atau 27,9 persen, masih dalam proses intervensi.
“Klaster kedua adalah angka putus sekolah. Kami meminta agar hal ini diidentifikasi, dan kami menemukan bahwa banyak daerah di mana anak-anak yang lulus SMP tidak memiliki pilihan untuk melanjutkan ke SMA, SMK, atau MAN. Kami telah mengevaluasi solusi seperti pendidikan virtual atau fasilitas pendidikan berbasis komprehensif,” kata Ganjar.
Selanjutnya, progres intervensi yang positif juga terlihat pada klaster pengangguran. Saat ini, sekitar 23.589 orang telah mengalami intervensi dan telah mendapatkan pekerjaan. Sementara itu, sekitar 40.089 orang masih dalam tahap intervensi dan akan mendapatkan pelatihan untuk mempersiapkan mereka memasuki dunia kerja.
“Pengangguran juga mengalami perbaikan dalam progres intervensi. Beberapa orang kami latih, sementara yang lain kami bantu untuk mendapatkan pekerjaan dalam berbagai perusahaan,” terangnya.
Tingkat intervensi dalam penyediaan jamban bagi keluarga miskin ekstrem juga menunjukkan penurunan angka yang positif. Saat ini, sekitar 13.993 rumah telah memiliki jamban. Sisanya, sekitar 15.574 rumah masih membutuhkan intervensi.
“Penyediaan jamban juga mengalami peningkatan yang positif. Meskipun, kami menghadapi tantangan dalam menyediakan sumber air di daerah-daerah terpencil. Oleh karena itu, kami mencari solusi seperti teknologi atau dukun air di desa,” jelas Ganjar.
Namun demikian, terdapat klaster RTLH (Rumah Tidak Layak Huni) dan akses listrik yang masih memerlukan intervensi lebih lanjut. Ganjar menyebut bahwa upaya dalam klaster RTLH akan terus ditingkatkan. Sementara itu, dalam akses listrik, dari total 3.283 rumah tangga yang telah diintervensi, terdapat sekitar 12.596 rumah tangga yang masih membutuhkan intervensi.
Ganjar juga menyoroti pentingnya kerja sama dengan PLN dalam klaster akses listrik, karena terdapat ketidaksesuaian data antara DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) dengan data yang diperlukan untuk intervensi.
“Pada akhirnya, klaster yang memerlukan intervensi paling banyak adalah RTLH dan listrik. Kami perlu bekerja sama dengan PLN, mengingat masih terdapat ketidaksesuaian data antara DTKS dengan data yang dibutuhkan untuk intervensi. Oleh karena itu, kami akan mencari solusi alternatif, termasuk pemanfaatan energi surya di daerah-daerah terpencil,” kata Ganjar.
Dari hasil evaluasi ini, Ganjar mendorong untuk adanya kerja sama yang lebih erat antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kota dan kabupaten. Pada daerah-daerah yang masih memiliki angka kemiskinan ekstrem, perlu dilakukan percepatan penanganan.
“Saya ingin mendorong percepatan langkah ini pada tahun 2024, karena Presiden Jokowi telah menetapkan target menurunkan angka kemiskinan ekstrem menjadi nol persen. Meskipun kami berusaha mendekati nol persen, namun target ini tetap bisa kita capai,” ungkapnya.
Ganjar juga menyoroti bahwa masih terdapat dua kesempatan yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai target ini, yaitu APBD perubahan tahun ini dan APBD murni tahun 2024. Ia juga menegaskan pentingnya fokus bantuan keuangan dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah kepada kabupaten atau desa untuk penanganan kemiskinan ekstrem.
“Sudah saya sampaikan bahwa bantuan keuangan dari provinsi ini akan difokuskan pada upaya pengentasan kemiskinan. Saya berharap bahwa bantuan tersebut dari kabupaten dan kota dapat diarahkan dengan tepat pada penanganan masalah ini. Programnya telah ada, hanya tinggal fokus dan penyelesaian data agar dapat mencapai hasil yang lebih konkret,” tegasnya. (rio/hdl)