Blitar (pilar.id) – Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak, menyoroti pentingnya menumbuhkan koperasi-koperasi di unit desa bagi para petani sebagai salah satu langkah strategis untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem di wilayah tersebut.
Emil menyampaikan bahwa koperasi petani merupakan jenis koperasi yang paling banyak di Jawa Timur. Mengingat daerah ini didominasi oleh sektor pertanian, tingkat kemiskinan di beberapa wilayah pun cukup tinggi. Oleh karena itu, para petani perlu didorong untuk menciptakan nilai tambah melalui koperasi sebagai wadah kolaboratif.
“Dalam usaha tani, hasil dari sekadar menanam tanaman saja tidak memberikan nilai tambah yang signifikan. Namun, dengan pengemasan dan pemasaran yang baik melalui koperasi, para petani dapat memperoleh keuntungan yang kembali pada mereka,” ungkap Emil saat menghadiri Gebyar Acara Puncak Hari Koperasi Indonesia ke-76, Senin (24/7/2023).
Emil berharap agar Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) dapat memberikan pelatihan bagi para petani. Pelatihan ini bertujuan untuk membekali mereka dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menciptakan nilai tambah pada produk-produk yang dihasilkan melalui koperasi. Dengan begitu, keuntungan yang diperoleh dari usaha koperasi dapat menjadi sumber penghidupan yang lebih baik bagi para petani.
“Koperasi harus menjadi unit usaha yang dikelola langsung oleh para petani. Dengan demikian, upaya ini dapat membantu Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam mengentaskan kemiskinan di daerah ini,” tambahnya.
Emil juga mengungkapkan bahwa jumlah petani di Jawa Timur mencakup sepertiga dari total angkatan kerja di wilayah tersebut. Oleh karena itu, pihaknya terus mendukung pertumbuhan koperasi petani di Jawa Timur.
Namun, Emil mengakui bahwa masih terdapat beberapa tantangan yang perlu dievaluasi guna memaksimalkan peran koperasi dalam mengurangi kemiskinan di Jawa Timur. Salah satu kendala yang dihadapi adalah masih banyaknya masyarakat yang lebih memilih mengelola usaha pertanian secara individu.
“Menghadapi tantangan ini, tanggung jawab Pemerintah dan Dekopin adalah untuk mengumpulkan para petani dan membantu mereka dalam mendirikan koperasi. Biasanya, hasil pertanian diambil oleh para pengepul sehingga keuntungannya tidak sepenuhnya dinikmati oleh petani,” jelasnya.
“Kami yakin masih ada ruang untuk perbaikan tanpa harus mengkategorisasikan. Tantangan ke depan adalah bagaimana kami dapat membantu kelompok tani ini agar dapat membentuk koperasi mereka sendiri. Sebagai contoh, seperti petani di Tuban yang berhasil menciptakan pendapatan mulai dari panen hingga produk terjual dan dinikmati sepenuhnya oleh para petani,” tambah Emil dengan penuh keyakinan.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, kerjasama antara pihak pemerintah, lembaga koperasi, dan para petani menjadi sangat penting. Dengan upaya bersama, diharapkan koperasi petani dapat terus berkembang dan berperan aktif dalam mengentaskan kemiskinan ekstrem di Jawa Timur. (hdl)