Jakarta (pilar.id) – Industri karet Indonesia pernah meraih masa kejayaannya, dengan perkebunan karet milik pemerintah dan petani tumbuh subur di seluruh wilayah negeri. Tak mengherankan bahwa hingga tahun 2020, ekspor karet Indonesia menduduki peringkat kedua di dunia.
Dampak positifnya terasa pada industri ban yang berkembang pesat, sejalan dengan kebutuhan ban untuk kendaraan pribadi, umum, dan truk besar di dalam negeri.
“Pada masa itu, petani karet merasakan kemakmuran, yang pada gilirannya meningkatkan akses pendidikan anak-anak mereka,” ungkap Azis Pane, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia.
Namun demikian, situasi berubah akhir-akhir ini. Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) mulai khawatir karena banyak petani karet yang mulai menebang tanaman karet mereka akibat penurunan harga yang berkelanjutan. Mereka beralih ke tanaman seperti kelapa sawit, jagung, dan singkong.
Keputusan ini akan berdampak negatif pada produksi karet di Indonesia. Oleh karena itu, APBI berkolaborasi dengan PT Pertamina dan Kementerian Perindustrian untuk memperkuat sektor perkebunan karet nasional.
“Kami akan segera melaksanakan langkah-langkah konkret bersama Kementerian Perindustrian dan Pertamina guna meningkatkan kesejahteraan para petani karet di Indonesia,” tutur Azis Pane.
Langkah-langkah yang direncanakan meliputi penelitian mendalam mengenai pemanfaatan karet secara menyeluruh, dari bagian batang, daun, hingga getahnya. Tujuannya adalah mengolah karet menjadi produk jadi, bukan hanya mentah yang diekspor.
“Ini sejalan dengan kebijakan pemerintah terkait hilirisasi sumber daya alam. Saya yakin jika dilakukan dengan tekad, kerjasama antara pemerintah, Pertamina, dan industri ban akan memberikan kontribusi signifikan pada pertumbuhan ekonomi nasional. Indonesia akan semakin mampu bersaing di pasar internasional,” tambah Aziz Pane.
Data Produksi Karet Indonesia
Berdasarkan data rata-rata produksi karet global dari tahun 2014 hingga 2018, Thailand memimpin sebagai produsen karet terbesar dengan produksi rata-rata mencapai 4,58 juta ton.
Kementerian Pertanian mencatat bahwa kontribusi Thailand terhadap produksi karet dunia pada periode tersebut mencapai 31,83 persen. Indonesia menempati posisi kedua dengan produksi rata-rata selama 2014-2018 mencapai 3,37 juta ton. Kontribusi Indonesia terhadap produksi karet global mencapai 23,44 persen.
Walaupun memiliki luas tanaman karet (TM) terbesar di dunia, produksi karet Indonesia masih kalah dari Thailand. Hal ini disebabkan oleh banyaknya tanaman karet di Indonesia yang sudah tua atau rusak. Negara produsen karet terbesar ketiga adalah Vietnam dengan produksi rata-rata selama 2014-2018 sebesar 1,05 juta ton atau 7,28 persen.
Sementara India berada di urutan keempat dengan produksi rata-rata 958 ribu ton (6,66 persen), diikuti oleh Tiongkok dengan produksi 822,7 ribu ton (5,72 persen), dan Malaysia dengan produksi 717,3 ribu ton (4,98 persen). Lebih menariknya, enam dari sepuluh produsen karet terbesar di dunia berasal dari Asia Tenggara, yang secara total berkontribusi sebanyak 79,91 persen terhadap produksi global.
Pemain Utama dalam Ekspor Karet
Indonesia merupakan salah satu penghasil karet terbesar di dunia, menjadikan karet sebagai salah satu komoditas unggulan dalam ekspor nasional.
Amerika Serikat dan Jepang tercatat sebagai dua negara tujuan utama ekspor karet remah (crumb rubber) dari Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), volume ekspor karet remah Indonesia mencapai 2,09 juta ton selama periode Januari-November 2021. Angka ini menunjukkan pertumbuhan 4 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,01 juta ton.
Selama periode tersebut, nilai total ekspor karet remah mencapai 3,56 miliar, mengalami kenaikan sebesar 36,38 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 2,61 miliar. Peningkatan nilai ekspor ini terjadi akibat kenaikan harga karet di pasar global.
Berikut adalah sepuluh negara tujuan ekspor karet remah terbesar bagi Indonesia selama periode Januari-November 2021:
- Amerika Serikat senilai 840,22 juta Dollar AS, mengalami pertumbuhan sebesar 60,31 persen.
- Jepang senilai 739,84 juta Dollar AS, mengalami pertumbuhan sebesar 62,73 persen.
- India senilai 270,09 juta Dollar AS, mengalami pertumbuhan sebesar 29,32 persen.
- Tiongkok senilai 259,65 juta Dollar AS, mengalami penurunan sebesar 27,21 persen.
- Korea Selatan senilai 227,91 juta Dollar AS, mengalami pertumbuhan sebesar 32,29 persen.
- Turki senilai 121,05 juta Dollar AS, mengalami pertumbuhan sebesar 26,25 persen.
- Brasil senilai 112,05 juta Dollar AS, mengalami pertumbuhan sebesar 62,29 persen.
- Kanada senilai 109,79 juta Dollar AS, mengalami pertumbuhan sebesar 25,96 persen.
- Rusia senilai 78,06 juta Dollar AS, mengalami pertumbuhan sebesar 196,79 persen.
- Belgia senilai 65,52 juta Dollar AS, mengalami pertumbuhan sebesar 140,36 persen.
Total nilai ekspor karet remah ke sepuluh negara ini mencapai 2,83 miliar selama periode Januari-November tahun sebelumnya. Angka ini menyumbang sebanyak 79,4 persen dari total nilai ekspor. Data ini menegaskan bahwa Indonesia masih memiliki potensi besar di sektor perkebunan karet. “Kita perlu menghindari situasi di mana petani harus menebang tanaman karetnya karena pendapatan dari penjualan tidak mencukupi biaya produksi,” tegas Aziz Pane. (ted)