Jakarta (pilar.id) – Pertamina Group meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Kilang Cilacap yang memiliki kapasitas 0,99 Megawatt peak (MWp). PLTS ini merupakan hasil kolaborasi antara PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) dan Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE).
Peresmian dilakukan di Refinery Unit IV Cilacap oleh Direktur Operasi KPI Didik Bahagia, Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis Pertamina NRE Fadli Rahman, serta GM Refinery Unit IV Cilacap Edy Januari Utama.
PLTS ini terdiri dari dua area terpisah, yaitu 495 KWp di Komperta Gunung Simping dan 504 KWp di Komperta Tegalkamulyan. PLTS tersebut akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik dua kompleks perumahan Pertamina di Kilang Cilacap.
Fadli Rahman, Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis Pertamina NRE, menyatakan bahwa pemanfaatan PLTS di Kilang Cilacap adalah salah satu bentuk kolaborasi antara Pertamina NRE dan Kilang Pertamina Internasional dalam upaya dekarbonisasi.
“Inisiatif dekarbonisasi Pertamina merupakan bagian dari komitmen kami dalam mengimplementasikan aspek ESG (Environmental, Social, Governance),” ujarnya.
Direktur Operasi KPI Didik Bahagia menegaskan komitmen tinggi KPI dalam mendukung dekarbonisasi di unit operasional mereka.
PLTS Kilang Cilacap ini diperkirakan akan menyalurkan energi sebesar 1421 MWh per tahun dan menurunkan emisi karbon sebesar hampir 1083 ton CO2 per tahun.
PLTS yang terpasang di area operasi KPI secara keseluruhan mencapai kapasitas 9,87 MWp, tersebar di beberapa kilang di Indonesia, yaitu Kilang Dumai 3,77 MW, Kilang Plaju 2,25 MW, Kilang Balongan 1,51 MW, dan Kilang Cilacap 2,34 MW.
Fadjar Djoko Santoso, Vice President Corporate Communication Pertamina, menambahkan bahwa sinergi Pertamina Grup dalam bidang transisi energi mencerminkan komitmen Pertamina mendukung net zero emission (NZE) 2060.
“Pertamina memiliki aspirasi yang sejalan dengan pemerintah, yaitu mencapai net zero emission selambat-lambatnya tahun 2060 melalui 2 inisiatif, yaitu dekarbonisasi dan bisnis rendah karbon serta carbon offset,” ungkap Fadjar Djoko Santoso. (usm/ted)