Jakarta (pilar.id) – Fraksi PKS DPR RI menolak penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membiayai proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Alasannya, proyek tersebut akan membebani keuangan negara apalagi di tengah kondisi defisit akibat pandemi covid-19 dan resesi ekonomi global.
“Maka dengan tegas Fraksi PKS menolak penyertaan modal negara untuk KCJB sejak 2020 hingga 2022 dalam pembahasan anggaran di DPR,” kata Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini, di Jakarta, Jumat (5/8/2022).
Sejak awal, lanjut Jazuli, proyek KCJB sudah menimbulkan sejumlah permasalahan mulai soal tender berpolemik, hingga perencanaan yang sangat tidak matang baik dari sisi ekonomi maupun teknis. Awalnya konsorsium Jepang yang masuk, tapi kemudian batal lalu digantikan Cina dengan alasan tidak jelas.
Fraksi PKS telah mengkaji secara seksama bahwa struktur pembiayaan KCJB tidak menguntungkan secara nasional, dengan komposisi 75 persen dari nilai proyek dibiayai oleh China Development Bank (CDB) dan 25 persen dibiayai dari ekuitas konsorsium. Dari 25 persen pembiayaan ekuitas tersebut, sebesar 60 persen berasal dari konsorsium Indonesia karena menjadi pemegang saham mayoritas.
Dengan demikian, pendanaan dari konsorsium Indonesia ini sekitar 15 persen dari proyek, sedangkan sisanya sebesar 85 persen dibiayai dari ekuitas dan pinjaman pihak China. “Dominasi China dalam proyek ini, tentunya akan menjadi permasalahan tersendiri bagi kepentingan nasional Indonesia ke depan,” sambung Jazuli.
Selain itu, terus membengkaknya anggaran pembangunan KCJB tentunya akan mempengaruhi tingkat pengembalian investasi kepada negara dan pengguna KCJB nantinya. Proyek KCJB pada awalnya direncanakan sebesar Rp84,3 triliun, saat ini mega proyek mercusuar tersebut diperkirakan memakan biaya investasi hingga Rp113,9 triliun atau sudah membengkak sebesar Rp27,09 triliun sehingga membuat return of investment-nya semakin panjang.
Menurut Jazuli, Fraksi PKS akan segera menindaklanjuti persoalan tersebut dengan mengusulkan pembentukan pansus hak angket. Fraksi PKS akan segera berkomunikasi dengan pimpinan DPR untuk menyampaikan usul resmi serta menggalang dukungan anggota DPR lintas fraksi agar proyek KCJB ini tidak terus menerus menjadi polemik dan beban bagi negara.
“DPR punya tugas konstitusional untuk menuntut tanggung jawab pihak-pihak terkait,” kata Jazuli.
Jazuli menjelaskan, usulan penggunaan hak angket sangat penting untuk menyelidiki dan mengurai secara terang benderang masalah yang terjadi pada proyek KCJB. Sebab, kalangan dewan, pengamat, dan publik telah mencium ketidakberesan proyek KCJB sejak awal.
Pemerintah, lanjut Jazuli, berjanji proyek ini murni dilakukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan skema business to business (btb). Pemerintah juga menyatakan komitmennya, biaya investasi sepenuhnya berasal dari modal anggota konsorsium dan pinjaman dari China.
“Tetapi dalam perjalanannya, janji dan komitmen tersebut ternyata nihil,” sambung Jazuli.
Menurut Jazuli, negara harus menanggung biaya melalui penyertaan modal negara (PMN) dari 2020 hingga 2023 sebesar Rp15,2 trilyun plus dana talangan. Bahkan dalam perkembangannya KCJB menuntut pemerintah Indonesia untuk menanggung pembengkakan biaya proyek konstruksi dan cost over run.
Menurut Jazuli kesalahan kalkulasi dan perencanaan proyek KCJB sangat fatal. Proyek ini juga menyangkut wibawa Presiden Joko Widodo yang sempat menyebut tidak akan menggunakan sepeser pun dari APBN, tapi kenyataannya justru sebaliknya.
“Belakangan tersiar berita ‘lepas tangannya’ konsorsium yang didominasi Cina dan melimpahkan pembengkakan biaya proyek ke negara,” tutur Jazuli. (ach/fat)