Jakarta (pilar.id) – Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo menyampaikan, selama 2022 telah menerima pengajuan permohonan perlindungan sebanyak 7.777. Angka tersebut naik 232 persen dibanding 2021 sebesar 2.341 permohonan.
“Ini angka tidak kami bikin, meskipun cantik. Ada 4 kali angka 7,” kata Hasto, di Jakarta, Senin (16/1/2023).
Menurut Hasto, dari seluruh permohonan hanya 6.104 yang memenuhi syarat formil dan materiil untuk dilakukan tindak lanjut. Sementara sebanyak 1.673 pengajuan permohonan dinyatakan tidak memenuhi syarat formil dan materiil.
Berdasarkan asal wilayah permohonan, DKI Jakarta paling mendominasi dengan pengajuan sebanyak 1.292 permohonan. Kemudian disusul Jawa Barat sebanyak 850, dan Jawa Tengah 751 permohonan. Sedangkan, jumlah permohonan perlindungan paling sedikit berasal dari Gorontalo sebanyak 5 permohonan, Sulawesi Barat dan Maluku Utara masing-masing sebanyak 9 permohonan.
“Barangkali ini juga terkait kedekatan geografis dengan kantor LPSK,” kata dia.
Menurut Hasto, perkara yang paling mendominasi pengajuan permohonan perlindungan tersebut terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni sebanyak 3.725 kasus. Kasus ini berkaitan dengan investasi ilegal robot trading yang mengajukan permohonan restitusi, serta perlindungan sebagai saksi.
Selain TPPU, urutan kedua terkait pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat, sebanyak 600 kasus, naik 71 persen dibanding 2021. Disusul kekerasan seksual terhadap anak sebanyak 536 kasus, perdagangan orang 150 kasus, dan terorisme 91 kasus.
“Selain itu LPSK juga menerima 116 perlindungan saksi maupun korban atas perkara yang secara substansi bukan merupakan tindak pidana. Tapi ini menyangkut misalnya sengketa waris, perebutan hak asuh anak, perceraian, sengketa urusan ketenagakerjaan, dan sengketa kepemilikan tanah,” kata Hasto. (ach/din)