Jakarta (pilar.id) – Data Kementerian Keuangan RI dengan Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM tentang transaksi agregat senilai Rp349 triliun tak memiliki perbedaan.
Hal ini disampaikan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Kerja dengan Komisi IIII DPR di Jakarta, Selasa (11/4/2023).
“Karena berasal dari sumber yang sama, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK),” tandas Sri Mulyani
Dijelaskan, nilai transaksi mencurigakan seperti yang disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD, yang juga tercatat sebagai Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), merupakan penghitungan agregat yang menyangkut tugas dan fungsi Kemenkeu.
Sri Mulyani kemudian menjelaskan, transaksi agregrat berarti terdapat transaksi keluar-masuk atau debit-kredit, yang jika dijumlah jadi Rp349 triliun.
Disampaikan pula, transaksi ini merupakan rekapitulasi dari 300 surat PPATK ke Kemenkeu dan Aparat Penegak Hukum (APH) terkait tugas dan fungsi Kemenkeu dalam periode tahun 2009-2023.
Surat itu terdiri dari 65 surat perusahaan atau korporasi senilai Rp253 triliun, 36 surat terkait perusahaan atau pihak lain sebesar Rp61 triliun, 64 surat terkait pegawai senilai Rp13 triliun, serta 135 surat terkait korporasi dan pegawai senilai Rp22 triliun.
Dari jumlah tersebut, terdapat 100 surat yang dikirim kepada APH sebanyak Rp74 triliun dan 200 surat kepada Kemenkeu senilai Rp275 triliun.
“Kami bersama PPATK terus bekerja sama dan bersinergi dalam upaya pencegahan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” tegasnya. (usm/hdl)