Karawang (pilar.id) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sedang melakukan pembangunan modelling klaster budidaya ikan Nila Salin di Karawang.
Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan produksi ikan nila secara nasional dan menjadikannya sebagai salah satu komoditas strategis yang potensial bagi Indonesia di masa depan.
“Pasar ikan nila salin memiliki potensi yang sangat luas, baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Berdasarkan data dari trademap tahun 2021, Indonesia berada di peringkat kelima sebagai negara eksportir ikan nila di pasar global. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu produsen ikan nila terbaik di dunia dengan daya saing yang tinggi,” ujar Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tb Haeru Rahayu, dalam keterangan tertulis pada Minggu (9/7/2023).
Dirjen Tebe menjelaskan bahwa pembangunan modelling klaster budidaya ikan nila salin ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi pelaku usaha budidaya ikan nila salin yang memanfaatkan perairan umum seperti danau. “Melalui modelling klaster budidaya ikan nila salin ini, kita dapat mengantisipasi kerusakan lingkungan di perairan umum. Model budidaya ikan nila yang diterapkan berbasis darat (land base) bukan berbasis danau (lake base),” tegas Dirjen Tebe.
“Modelling ini juga diharapkan dapat mendorong kegiatan ekonomi dan secara langsung meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tantangan bersama adalah terus meyakinkan masyarakat agar tetap tertarik dalam budidaya ikan nila salin sesuai dengan prinsip-prinsip Best Aquaculture Practices (BAP) atau Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) dan Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB),” harap Tebe.
Dirjen Tebe menyampaikan bahwa ukuran panen ikan nila salin harus memenuhi syarat agar dapat diterima di pasar ekspor dan dijual dalam bentuk fillet. “Ikan nila saat ini semakin diminati oleh masyarakat, sehingga permintaan pasar sangat tinggi. Selain untuk konsumsi lokal, permintaan akan ikan nila untuk ekspor, terutama ke Amerika Serikat, juga tinggi, terutama dalam bentuk fillet. Oleh karena itu, ukuran panen ikan nila salin diatur sekitar 700 gram per ekor,” jelas Tebe.
“Kami sebagai pemerintah terus berupaya meningkatkan produksi ikan nila secara nasional, salah satunya dengan mengoptimalkan fungsi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) dan bekerja secara sinergi. Misalnya, BLUPPB Karawang melakukan pembangunan modelling klaster budidaya ikan nila salin dengan bekerja sama dengan BBPBAT Sukabumi yang terus berupaya memproduksi benih ikan nila salin berkualitas dan adaptif,” ungkap Dirjen Tebe.
Kepala BLUPPB Karawang, M. Tahang, mengungkapkan bahwa kebutuhan akan benih ikan nila salin akan dibantu oleh BBPBAT Sukabumi. Saat ini, mereka terus berusaha meningkatkan produksi benih ikan nila unggul yang telah melalui penyesuaian bertahap selama masa pertumbuhannya sehingga dapat hidup di perairan payau. Selain itu, benih ikan nila ini memiliki keunggulan pertumbuhan yang cepat, sehingga dapat dipanen lebih awal, dan memiliki daya tahan yang tinggi terhadap penyakit.
“Mengingat jenis ikan nila salin ini lebih mudah dipelihara dan memiliki harga jual yang baik, saya berpendapat bahwa budidaya ikan nila salin memiliki prospek yang bagus untuk dikembangkan,” jelas Tahang.
Tahang menjelaskan bahwa modelling klaster budidaya ikan nila salin di BLUPPB Karawang akan dibangun di lahan seluas 16 hektar, dengan 10 petak berukuran 2.000 meter persegi dan 10 petak berukuran 4.000 meter persegi.
“Dengan kepadatan tebar 25 ekor per meter persegi dengan rata-rata berat 50 gram per ekor dan ukuran panen rata-rata mencapai 700 gram, ditargetkan akan dihasilkan total produksi sebanyak 672 ton atau produktivitas 42 ton per hektar per siklus dengan masa pemeliharaan selama 150-180 hari. Jika harga rata-rata ikan nila salin sekitar Rp30 ribu per kilogram, maka perolehan pendapatan dapat mencapai sekitar Rp20 miliar,” ungkap Tahang.
Tahang menjelaskan bahwa pembangunan modelling klaster budidaya ikan nila salin tidak hanya mempertimbangkan keuntungan finansial, tetapi juga memperhatikan aspek ekologi sebagai bagian dari ekonomi biru. Selain tandon dan petakan produksi, modelling ini juga mencakup pembangunan saluran masuk dan keluar serta pengelolaan limbah.
Sebelumnya, Menteri Trenggono juga telah berhasil mengembangkan konsep Budidaya Udang Berbasis Kawasan (BUBK) di Kebumen. Tambak udang terintegrasi tersebut telah diresmikan oleh Presiden RI, Joko Widodo, pada bulan Maret dan telah mengalami panen siklus pertama yang dilakukan oleh Wakil Presiden RI, K.H Ma’ruf Amin, pada akhir Juni. (mad/hdl)