Jakarta (pilar.id) – Tunjangan hari raya (THR) sebaiknya dikelola dengan baik. Terkadang tanpa disadari, uang THR malah sudah habis sebelum lebaran tiba.
“Terkadang kita ‘gatal’ atau tiba-tiba ingin membelikannya langsung,” kata Direktur Informasi dan Komunikasi Perekonomian dan Maritim Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Septiana Tangkary, di Jakarta, Rabu (27/4/2022).
Masyarakat, kata Septiana, harus benar-benar memilih apakah barang yang ingin dibeli tersebut sangat dibutuhkan atau hanya sebuah keingginan. Tentukan skala prioritas dengan mengacu pada barang yang penting, kurang penting, dan tidak penting.
Selain itu, hindari hal-hal yang sifatnya konsumtif atau tren saja. “Jadi nggak perlu bermewah-mewah, gunakan yang ada saja. Dan itu sudah bermanfaat,” kata dia.
Septiana juga mengingatkan, pentingnya menyisihkan dana darurat. Belajar dari pandemi Covid-19, tak sedikit orang yang dirumahkan.
“40 persen untuk pengeluaran rutin kebutuhan hidup, 30 persen untuk kebutuhan pribadi kita, 20 persen jika ada utang, dan 10 persen untuk investasi,” kata Septiana.
Sementara itu, Direktur Surat Utang Negara Kementrian Keuangan Deni Ridwan menambahkan, jangan sampai THR yang semestinya adalah bonus, justru berubah jadi tagihan hari raya. Karena itu, sebelum mengeluarkan dana untuk belanja utamakan terlebih dahulu kewajiban seperti utang dan zakat.
“Pertama untuk bayar zakat, karena yang jelas di dalam harta kita ada milik orang lain,” kata Deni.
Selain itu, masyarakat juga diharapkan tidak hanya memikirkan konsumsi untuk hari ini saja, tetapi juga masa depan. Karena itu, Deni menyarankan untuk menambah dana darurat sebagai antisipasi pengeluaran ekstra lebaran.
“Dana darurat yang ideal kalau single sekitar 3-6 bulan pengeluaran, dan kalau sudah berkeluarga mungkin sampai 12 bulan,” kata Deni.
Dana darurat tersebut berlaku untuk pekerja di sektor swasta, maupun pemerintahan. Pekerja di sektor swasta yang rentan terhadap ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK), maka sangat dianjurkan menyisihkan sebagian uangnya untuk dana darurat.
Sedangkan untuk ASN, dana darurat dipersiapkan untuk pengeluaran besar yang terkadang tidak terduga. Misalnya saja, untuk pengobatan yang membutuhkan biaya banyak, atau biaya pendidikan anak.
“Apalagi kalau kena kasus, sehingga dicopot dari jabatannya. Itu untuk ASN meski risiko PHK rendah, tapi ada kemungkinan pendapatan kita akan turun secara tiba-tiba,” tutup Deni. (ach/din)