Jakarta (pilar.id) – Koordinator Save Our Soccer, Akmal Marhali, menilai, evaluasi total manajemen penyelenggaraan pertandingan sepak bola di Indonesia menjadi keinginan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) tragedi Kanjuruhan.
Sebab, tugas dari TGIPF bukan hanya sekadar mencari pihak yang bersalah dan menjatuhi hukuman, tapi terpenting ke depan adalah bagaimana dapat tercipta perubahan signifikan terhadap sepak bola di Indonesia.
“Kita berharap tragedi Kanjuruhan menjadi yang terakhir dan ke depan kita buka lembaran baru, peradaban sepak bola Indonesia yang bermartabat, profesional, dan tentunya berprestasi,” kata Akmal di Jakarta, Kamis (6/10/2022).
Dia tidak ingin ratusan nyawa yang melayang ketika menjadi korban meninggal dunia dalam tragedi Kanjuruhan sia-sia, hanya karena penyelenggaraan pertandingan sepak bola di Tanah Air tidak berubah alias sama saja.
“Yang kita harapkan adalah semoga ini menjadi momentum kebangkitan rekonsiliasi para suporter dan juga perubahan atau reformasi total sepak bola nasional yang mengarah pada prestasi,” ujarnya.
Salah satu anggota TGIPF ini menilai, sejak awal telah terjadi beberapa pelanggaran prosedur dalam tragedi Kanjuruhan. Seperti tidak sesuainya jumlah tiket yang dijual panitia pelaksana dengan instruksi kepolisian. Polisi sudah menyampaikan bahwa hanya boleh mencetak 25 ribu tiket, tapi panitia pelaksana dari Arema FC malah mencetak tiket hingga 45 ribu tiket.
“Ini overcapacity dari Stadion Kanjuruhan. Ini pelanggaran prosedural yang sangat fatal,” kata dia.
Atas kelalaian ini, menurut Akmal, pihak penyelenggara telah melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2022 tentang Sistem Keolahragaan Nasional pasal 103 UU Keolahragaan Nasional, yang menyebutkan; penyelenggara kegiatan olahraga yang tidak memenuhi persyaratan teknis keolahragaan, kesehatan, keselamatan, ketentuan daerah setempat, keamanan, ketertiban umum, dan kepentingan publik Tersangka terancam penjara maksimal lima tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Tak hanya panitia pelaksana, menurut Akmal kelalaian juga dilakukan pihak kepolisian yang melepaskan tembakan gas air mata untuk melerai suporter. Sebab ini melanggar FIFA Stadium Safety and Security Regulation,” tegasnya.
“Begitu juga kelalaian di kubu PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) yang masih menyelenggarakan pertandingan di malam hari. Dari awal adanya regulasi ini berpotensi rawan untuk ketertiban dan keamanan,” tegasnya. (her/hdl)