Surabaya (pilar.id) – Sebanyak 610 mahasiswa dari program sarjana, magister dan program profesi Universitas Kristen (UK) Petra, telah diwisuda. Acara yang di gelar selama 2 hari, pada Jumat dan Sabtu ini berlokasi di Auditorium gedung Q kampus UK Petra.
Wisuda ke 81, yang dipimpin langsung oleh rektor UK Petra, Prof. Dr. Ir. Djwantoro Hardjito, M. Eng., secara hybrid ini, di apresiasi oleh rektor UK Petra
“Para wisudawan ini telah membuktikan sebagai generasi tangguh. Telah melalui 50% masa belajarnya dengan situasi yang sulit dan tidak menentu. Saya ucapkan selamat untuk generasi muda tangguh dan agile,” urai Djwantoro dalam sambutannya
Pada penyelenggaraan wisuda kali, terbagi menjadi dua shift dalam dua hari dan wisudawan dapat memilih hadir secara luring atau during yang disiarkan langsung melalui saluran Youtube UK Petra.
Hal tersebut dilakukan, mengingat tahun ini, Indonesia masih dalam suasana pandemi. UK Petra yang juga berkoordinasi dengan Satgas Penanganan COVID-19 kota Surabaya, dihadiri terbatas oleh wisudawan yang telah mendaftar sebelumnya.
“Tercatat total, ada 535 wisudawan yang hadir bersama orang tua selama dua hari dan sebanyak 214 mahasiswa tercatat meraih nilai kelulusan cumlaude atau diatas rata-rata,” sebut Raymond Arif T, S. Kom, selaku ketua panitia wisuda ke-81 UK Petra.
Sementara itu rektor UK Petra menyampaikan, moment wisuda merupakan salah satu peristiwa penting bagi orang tua dan wisudawan.
“Semua wisudawan dan orang tua atau walinya patut mendapatkan apresiasi sangat tinggi. Maka dari itu di saat situasi lebih memungkinkan UK Petra menggelar wisuda secara onsite dengan protokol kesehatan yang berlaku,” tutup Djwantoro.
Kebahagiaan tersebut juga turut dirasakan, oleh Tifanny Tanuwijaya yang berhasil menyelesaikan studi lanjutannya dengan perolehan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sempurna yaitu sebesar 4,00.
“Semua orang sibuk, tetapi yang menentukan selesainya suatu pekerjaan dengan baik, menurut saya adalah prioritas dan grit” ujar Tifanny.
Tesisnya berjudul “Raindrops on the Windowpane: Misconceptions Against Dissociative Identity Disorder (DID)”
Sebagai informasi, DID adalah gangguan mental karena seseorang mengalami trauma hebat yang berulang sejak kanak-kanak, sehingga pikiran mereka terpecah menjadi beberapa kepribadian.
“Saya harap dari penelitian ini, dapat mematahkan miskonsepsi dan stigma terhadap penderita DID di tengah pemahaman masyarakat yang belum terbuka,” pungkasnya. (jel/hdl)