Surabaya (pilar.id) – Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak berkisah tentang pengalamannya sebagai kepala daerah dalam mengelola dinamika Otonomi Daerah selama pandemi Covid 19.
Katanya, mengatasi pandemi sangat berkaitan dengan realita kewenangan yang dimiliki masing-masing pemerintah daerah.
“Hubungan antara provinsi dan kabupaten atau kota ini tidak instruktif tapi koordinatif. Kita konsepnya adalah ini strategi kita bagaimana menjalankan jadi ya koordinatif tidak instruktif sepenuhnya,” ungkap Emil di depan peserta Webinar ICMI bertajuk Dua Dekade Otoda: Problematika, Tantangan, Peluang Penguatan Menuju 2045, Rabu (6/4/2022).
Emil juga bercerita bagaimana serunya posisi provinsi saat menetapkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).
“Pada saat itu memang kita punya pilihan apakah kemudian Kab/Kota bisa menerapkan secara volunteer. Jadi mereka sendiri yang menerapkan. Jadi pada saat provinsi menerapkan posisi bagi Walikota dan Bupati mereka given,” kata peraih gelar S2 dan S3 di Ritsumeikan Asia Pacific University, Jepang ini.
Otonomi daerah, lanjutnya, tidak bisa dilepas dari realita politik atau realita politik electoral yang terjadi di tingkat daerah. “Semakin dia dekat dengan daerahnya, maka semakin berpengaruh setiap individu terhadap kebijakan dari pemerintahan yang bersangkutan,” tegas Emil.
Dalam konteks tersebut, wilayah aglomerasi Surabaya, Sidoarjo, Gresik dan Bangkalan yang menjadi penerapan PSBB Provinsi, hanya berhenti sampai di dua kali perpanjang.
“Yang menarik adalah pada saat yang menerapkan PSBB adalah provinsi maka Kab/Kota cenderung memiliki insentif yang lebih kecil untuk menerapkan pembatasan tadi. Oh ini sifatnya kebijakan dari atas kita hanya meneruskan. Itu sangat manusiawi atau sangat lumrah,” jelasnya.
Mantan Bupati Trenggalek ini kemudian menyampaikan, selalu ada golongan yang protes termasuk pada saat provinsi memutuskan melakukan pembatasan karena jumlahnya yang kurang lebih sama.
“Dan tiap kali ada yang protes yang setuju diam, bukan malah membela. Jadi tiap kali kita dihantam di medsos karena kebijakan yang kita ambil, akhirnya yang setuju cenderung diam. Itulah dinamikanya,” pungkasnya. (ret/hdl)