Jakarta (pilar.id) – Guna mencapai net zero emission (NZE), Kepala Satuan Kerja Khusus (SKK) Minyak dan Gas (Migas), Dwi Soetjipto mengingatkan perusahaan di hulu migas untuk menyiapkan investasi tambahan.
“Pendanaan kita harus bersiap, jika project-project di hulu migas akan mendapat tambahan investasi di capex sebagai tujuan untuk mencapai net zero emission pada masing-masing agar memperoleh pendanaan,” terangnya dalam konferensi pers Kinerja Hulu Migas Kuartal I Tahun 2023 di Jakarta, Senin (17/4/2023).
Lebih lanjut, pihaknya berharap aktivitas hulu migas di Indonesia masih cukup agresif dengan berbagai hal antisipasi. Oleh karena itu, pihaknya mendorong usaha dari semua institusi, sumber daya, keuangan hingga lingkungan sekitar eksplorasi se agresif mungkin.
“Terasa betul tekanan dari berbagai negara untuk mengimplementasikan energi transisi yang dampaknya mengarah pada lembaga keuangan. Sehingga lembaga keuangan sudah mulai mengimplementasikan pengurangan spot finansialnya pada investasi di energi konvensional,” urai Dwi.
Selain itu, tren global 2023 juga dipengaruhi konflik Rusia-Ukraina membuat inflasi harga dan biasa dengan risiko FID meningkat. Investasi meningkat 6,5 persen atau lima persen cost inflation, serta tingkat reinvestasi meningkat empat persen dari 24 persen ke 28 persen.
“Kemudian berkaitan dengan geopolitik, konflik di Ukraina masih belum tahun hingga kapan, juga ada potensi konflik di beberapa tempat yang lain. Membuat dinamika sangat tinggi, jadi suatu saat harga bisa naik turun,” lanjutnya.
Menurutnya, potensi gas ke depan masih sangat besar, meski ada beberapa hal yang harus disadari. Oleh karena itu, pihaknya mendorong eksplorasi secepat sehingga bisa memonetisasi energi yang dipunya secepatnya.
Terkait tren investasi, imbuh Dwi dengan harga minyak yang bagus tentu investasi akan lebih agresif, tetapi mengingat adanya inflasi di dunia yang masih tinggi tersebut bisa mengancam krisis ekonomi. Dengan demikian, pemain global ini masih mengerem meningkat risiko terjadinya krisis.
“Dan itu mengganggu investasi. Termasuk banking crisis yang menyebabkan harga bisa turun termasuk minyak dan dan gas. Karena itu, dari sisi harga ada perbedaaan antara optimis dan pesimisnya yang akan terjadi ke depan. Relatif harga masih akan tinggi,” tutupnya. (riz/hdl)