Yogyakarta (pilar.id) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI kembali menggelar pameran kehutanan terbesar ke-13, Indonesia Green Forestry Environment Expo 2023 di Jogja Expo Center (JEC), Kamis (2/3/2023).
Kegiatan yang diselenggarakan 2 sampai 5 Maret 2023 ini, diikuti 38 booth yang menyajikan ilmu pengetahuan terkait kehutanan, berbagai produk-produk hasil hutan bukan kayu, workshop, lomba, kuis, souvenir, hadiah hingga bibit pohon gratis.
“Pameran ini bisa menghadirkan teknologi dan jasa yang dibutuhkan dalam pemeliharaan lingkungan hidup dimana mempunyai arti yang penting sebagai media komunikasi dan penyebar informasi kepada generasi penerus bangsa,” kata Ketua penyelenggara Indonesia Green Forestry Environment Expo 2023, Sukur Sakka.
Menurutnya, terjadinya banjir longsor dan perubahan iklim saat ini diakibatkan pengelolaan lingkungan hidup yang tidak semestinya. Karena itu, pameran ini bisa menjadi wadah khususnya bagi generasi muda untuk mengelola alam lebih baik serta dengan cara yang tepat.
“Disini anak muda bisa belajar bagaimana mengelola itu semua agar tidak terjadi bencana yang lebih parah lagi di masa yang akan datang,” imbuhnya.
Sementara itu, PLH Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Wiyos Santoso mengungkapkan kehadiran Indonesia Green Forestry Environment Expo ke-13 ini sebagai sebuah urgensi mengajak generasi muda untuk mencintai hutan dan lingkungan di era keterbukaan informasi publik.
“Bagaimanapun dunia saat ini sedang menghadapi tantangan lingkungan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Karena itu, perlu bagi kita untuk menciptakan generasi muda yang cinta lingkungan dengan cara yang produktif dan berkelanjutan,” terangnya.
Salah satunya melalui pendidikan dengan mendukung generasi muda untuk memiliki akses terhadap studi lingkungan dan menumbuhkan keterampilan dan berpikir kritis dan memberikan informasi yang akurat mengenai isu-isu lingkungan.
“Kami juga mendorong generasi muda untuk mengambil tindakan dengan cara yang positif seperti melalui kegiatan berkebun bersama kegiatan konservasi hutan atau survei satwa,” tambahnya.
Termasuk juga, kata Wiyos mewaspadai potensi jebakan media sosial dan diseminasi informasi publik lainnya meskipun sangat ampuh dalam meningkatkan kesadaran dan memobilisasi dukungan, alat-alat ini juga bisa digunakan untuk menyebarkan hoax atau bahkan memicu ketakutan dan kepanikan.
“Selain itu juga perlu memastikan suara generasi muda harus diakomodir dalam proses pengambilan keputusan yang memiliki dampak terhadap lingkungan,” tutupnya. (riz/fat)