Jakarta (pilar.id) – Ombudsman Republik Indonesia (RI) telah menyelesaikan Rapid Assessment (Kajian Cepat) sebagai bagian dari upaya untuk memberikan rekomendasi perbaikan dalam mengatasi permasalahan polusi udara yang semakin mengkhawatirkan di Indonesia.
Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Ombudsman di lapangan dan diskusi kelompok terfokus (focus group discussion atau FGD) akan diolah dan dijadikan laporan Rapid Assessment yang nantinya akan disampaikan kepada pemerintah pusat dan daerah.
Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto, mengungkapkan hasil pengumuman ini dalam acara FGD yang bertajuk “Indonesia Dalam Kepungan Polusi dan Bagaimana Solusinya?” yang digelar secara hybrid di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, pada Kamis (21/9/2023).
Pada acara tersebut, hadir sejumlah narasumber terkemuka, antara lain Profesor Puji Lestari dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Budhy Setiawan, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI.
Acara ini juga dihadiri oleh berbagai unsur dari kementerian atau lembaga terkait, perusahaan listrik negara (PT PLN), perusahaan milik daerah se-Jabodetabek, pemerintah daerah sekitar Jabodetabek, Kantor Perwakilan Ombudsman RI di tingkat provinsi, organisasi masyarakat (ormas), LSM, dan pihak-pihak terkait lainnya.
Menurut Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto, permasalahan polusi udara tidak terbatas hanya pada wilayah Jabodetabek. Ia merujuk pada laman Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menunjukkan 10 provinsi dengan kualitas udara terburuk. Provinsi-provinsi tersebut adalah Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Lampung, Kalimantan Selatan, Banten, Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Kepulauan Riau.
“Data ini membuktikan bahwa polusi udara merupakan masalah yang merata di berbagai wilayah Indonesia. Beberapa penyebabnya termasuk kebakaran hutan dan lahan yang mengakibatkan penurunan kualitas udara. Oleh karena itu, dibutuhkan penanganan yang holistik untuk mengidentifikasi penyebab polusi udara di masing-masing wilayah,” ungkap Hery Susanto.
Hery Susanto menjelaskan bahwa dengan memahami akar masalah polusi udara ini, diharapkan akan muncul solusi yang tepat dan berkelanjutan, termasuk penegakan hukum yang konsisten dalam menangani permasalahan ini.
Ia juga menekankan bahwa hak masyarakat Indonesia adalah memiliki udara bersih, dan oleh karena itu, pemerintah dan semua pihak terkait harus bekerja sama untuk meningkatkan kualitas udara dan mengurangi polusi udara demi kesehatan masyarakat serta kelancaran pelayanan publik.
“Kami berharap masalah polusi udara ini tidak berlarut-larut dan harus segera diatasi, mengingat dampak jangka panjangnya terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan serta berdampak negatif pada berbagai sektor pelayanan publik,” tegasnya.
Dalam konteks polusi udara di wilayah Indonesia, terutama Jabodetabek, Ombudsman RI berkomitmen untuk memastikan bahwa pemerintah dan pihak terkait lainnya mengambil tindakan yang konkret dan langkah-langkah sistematik untuk menyelesaikan masalah ini, termasuk tindakan mitigasi dan penegakan hukum untuk menghentikan dampak polusi udara yang berkepanjangan.
Ombudsman RI, melalui Asisten Utama V, telah melakukan tinjauan lapangan ke beberapa lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) seperti PLTU Suralaya, Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Marunda-Cilincing, PLTU Cikarang Babelan, dan Stockpile Batubara di KBN Tanjung Priok. Langkah-langkah ini merupakan bagian dari metode Kajian Cepat yang dilakukan oleh Ombudsman RI.
Pada kunjungan Ombudsman RI ke PT KBN dan PT KCN Marunda pada tanggal 30 Agustus 2023, ditemukan bahwa kedua perusahaan tersebut telah menghentikan operasional mereka karena belum memenuhi dokumen lingkungan atau AMDAL. Selain itu, ada laporan keluhan dari warga sekitar terkait pencemaran polusi udara di area Stockpile Batubara kedua perusahaan tersebut.
Ombudsman RI mengapresiasi langkah-langkah yang telah diambil oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menertibkan kedua perusahaan tersebut. Hery Susanto juga menyoroti pentingnya Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) yang lengkap bagi perusahaan stockpile batubara, dan menekankan perlunya evaluasi berkala, komprehensif, dan sistematis.
Sementara itu, dalam kunjungan ke pembangkit listrik, Hery Susanto menegaskan bahwa selain menggunakan teknologi yang ramah lingkungan, Ombudsman juga mendesak pemerintah untuk melakukan pengawasan yang berkelanjutan pada semua pembangkit listrik yang beroperasi di seluruh Indonesia.
Ombudsman RI juga memberikan sejumlah rekomendasi perbaikan kepada pemerintah dalam mengatasi masalah polusi udara. Ini termasuk langkah-langkah di sektor hulu, seperti alih teknologi yang ramah lingkungan dengan mengurangi penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara secara bertahap menuju energi terbarukan. Selain itu, diperlukan implementasi Jaminan Reklamasi dan Jaminan Pasca Tambang untuk mengembalikan lahan pasca tambang menjadi area hijau, serta perluasan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan.
“Di sektor tengah, pemerintah harus terus melakukan uji emisi kendaraan, mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, termasuk pertalite yang rendah oktan dan berpolusi. Salah satu solusinya adalah dengan mengembangkan sistem transportasi massal berbasis kendaraan listrik (Electrifying Vehicle/EV). Namun, penerapan EV masih perlu ditingkatkan, termasuk dalam kendaraan dinas dan operasional instansi pemerintah pusat dan daerah. Sayangnya, masih belum ada solusi yang jelas untuk pengolahan limbah baterai kendaraan listrik,” pungkas Hery Susanto. (usm/ted)