Semarang (pilar.id) – Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Semarang, M Abdul Hakam, mengungkapkan bahwa jumlah penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Kota Semarang terus mengalami peningkatan.
Hakam mengingatkan bahwa polusi udara dapat berdampak negatif bagi kesehatan, menyebabkan gejala seperti batuk, pilek, pusing, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan ISPA dan bronkopneumonia (BRPN).
“Di Kota Semarang, angka kasus BRPN, yaitu infeksi paru-paru, cukup tinggi. Pada Juli 2023, kasus tertinggi rawat inap adalah BRPN. Sementara kasus tertinggi di puskesmas dan klinik adalah ISPA,” ujarnya.
Menurut data dari Dinkes Kota Semarang, pada Juli 2023, terdapat 123 pasien laki-laki dan 136 pasien perempuan yang menderita pneumonia, sementara ISPA tercatat pada 9.197 pasien laki-laki dan 11.970 pasien perempuan.
“Pneumonia adalah infeksi pada paru-paru. Jika ISPA tidak diatasi, dapat berkembang menjadi pneumonia, yang juga dikenal sebagai infeksi saluran pernapasan bawah (ISPB),” tambah Hakam.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan tingginya kasus ISPA di Kota Semarang, termasuk kualitas udara yang buruk selama musim kemarau, tingkat polusi udara yang tinggi, dan pola hidup yang tidak sehat.
Penderita pneumonia biasanya mengalami gejala seperti sesak napas, nyeri dada, kelemahan, serta perubahan warna pada bibir dan kuku jari menjadi kebiruan.
“Situasi panas seperti ini dapat membuat partikel udara bertahan lebih lama di udara karena kelembapan rendah. Partikel ini dapat membawa bakteri atau virus yang, jika terhirup, dapat menyebabkan ISPA,” jelas Hakam.
Hakam juga mencatat bahwa kasus gangguan pernapasan tersebar merata di 16 kecamatan di Kota Semarang, dengan tingkat kasus tertinggi terjadi di pusat kota yang memiliki mobilitas kendaraan tinggi dan area kawasan industri.
Kualitas udara yang semakin buruk berpotensi meningkatkan kasus penyakit saluran pernafasan di daerah tersebut. Selain berdampak pada pernapasan, kondisi udara saat ini juga dapat memengaruhi kulit dan mata, seperti penyebaran virus Adenovirus, Herpes Simpleks, dan Herpes Zoster.
“Sebagai contoh, lingkungan yang kering dapat menyebabkan kulit menjadi kering. Ini memudahkan penyebaran virus, seperti penyakit Varicella Zooster,” pungkas Hakam. (usm/ted)