Jakarta (pilar.id) – Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, wacana penundaan pemilu yang beberapa hari ini muncul tidak relevan.
Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemerintah, dan DPR sudah menyepakati hari dan tanggal pemungutan suara untuk pemilu 2024. Harusnya itu menjadi kepastian akan penyelenggaraan pemilu 2024.
Lalu di dalam konstitusi Indonesia, sudah disebutkan bahwa pemilu setiap lima tahun sekali. Harusnya semua pihak taat dengan UUD 1945. Pada sejatinya, penyelenggaraan pemilu bukan untuk kepentingan kelompok-kelompok tertentu saja
Di konstitusi disebutkan pemilu setiap lima tahun sekali dan anggarannya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Jadi, seharusnya negara menyiapkan anggarannya sejak jauh-jauh hari. Menjadi tidak masuk akan jika alasan penundaan pemilu dihubungkan dengan masalah ekonomi.
Meski demikian, ia tidak menampik bahwa biaya penyelenggaraan pemilu sangat besar. Paling tidak, akan ada tujuh pemilu di 2024. Mulai dari pemilu 5 kotak di Februari 2024 dan pilkada di November 2024.
“Dengan begitu, anggrannya menumpuk di 2024. Pemilu kita juga pemilu yang besar, terdapat sekitar 190 juta jiwa dan tujuh juta petugas. Jadi memang memakan biaya yang besar,” kata Khoirunnisa, Selasa (1/2/2022).
Meski anggarannya mahal, namun bukan berarti tidak bisa dilakukan penghematan. Ada beberapa item yang bisa dihemat. Pertama, memaksimalkan pertemuan virtual, kegiatan rapat koordinasi yang memakan biaya cukup besar bisa diminimalisir dengan diadakan secara virtual atau hybrid. Dengan demikian, bisa menghemat biaya akomodasi.
Kedua, memperpanjang masa jabatan anggota KPU provinsi dan kabupaten/kota, setidaknya hingga 2025. Skema Seleksi penyelenggara pemilu di daerah saat ini tidak serentak, waktunya tersebar-sebar. Alhasil, salah satu dampaknya adalah proses seleksi di daerah bisa berhimpitan dengan pemilu dan pilkada.
Bahkan, ada penyelenggara pemilu di daerah yang berganti sepekan atau bahkan beberapa hari menjelang pemilu dan pilkada. Hal ini tentu tidak ideal, bisa menyebabkan penyelenggara yang sedang ikut seleksi di daerah tidak fokus saat menjalankan tahapan karena sedang menjalankan seleksi.
“Apalagi nanti tahapan pemilunya sangat kompleks,” tegasnya.
Untun itu, kata Khoirunnisa, agar tahapan pemilu tidak terganggu, proses seleksi anggota KPU bisa ditunda hingga penyelenggaraan pemilu dan pilkada selesai. Selain menghemat, juga untuk memendekkan jadwal seleksi penyelenggara pemilu di daerah.
Ketiga, penggunaan teknologi dalam pemilu juga bisa menghemat saat proses rekapitulasi penghitungan suara. Selama ini, proses rekapitulasi dilakukan secara manual dan berjenjang.
Keempat, penyelenggara pemilu dapat menyederhanakan suarat suara. Seoama ini, surat suara terpisah-pisah untuk setiap jenis pemilu dan pemilihan. Dengan menggabungkan surat suara, maka bisa menghemat item anggaran.
“Tetapi juga harus ada strategi menyosialisasikannya ke pemilih, supaya jangan sampai masyarakat tidak familiar dengan perubahan desain surat suara,” pungkasnya. (her/hdl)