Jakarta (pilar.id) – Anggota Komisi X DPR RI Fahmy Alaydroes mengungkapkan keprihatinannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pimpinan perguruan tinggi atau rektor.
Menurutnya, pemerintah perlu hadir dalam perekrutan mahasiswa baru yang memiliki ekonomi kurang, tetapi memiliki kemampuan yang memadai.
“Pendidikan tinggi juga perlu untuk bisa terbuka merekrut mereka yang memiliki kemampuan yang memadai. Di sinilah peran pemerintah untuk memastikan pemerataan mutu perguruan tinggi,” kata Fahmy, di Jakarta, Jumat (17/3/2023).
Menurut Fahmy penerimaan mahasiswa melalui jalur mandiri tidaklah salah karena ketidakmampuan pemerintah untuk dapat menyelesaikan persoalan di perguruan tinggi yang membutuhkan dana besar.
“Jalur mandiri ini pendekatan yang dilakukan oleh perguruan tinggi untuk mengajak orang tua yang memiliki ekonomi cukup dan berlebih untuk bersama-sama memajukan pendidikan tinggi,” kata dia.
Terlepas dari itu, Fahmy meminta, agar kampus lebih transparan. Menurut Fahmy, transparansi pihak kampus juga perlu dikawal untuk menutup celah terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di dunia kampus.
“Celah KKN akan berkurang jika hal ini dilakukan. Saya berharap kampus-kampus membudayakan demokrasi, transparansi, akuntabel, dan pengawalan juga dibantu oleh media di dalam kampus,” kata Fahmy.
Politikus PKS ini berharap, ke depan dunia kampus dapat melakukan perbaikan demi meraih kepercayaan masyarakat. Dunia kampus harus berdiri di depan dan menjadi panggung utama untuk perbaikan keadilan bangsa ini.
“Dimulai dari mahasiswa, berdiri bersama berbagai elemen masyarakat lain. Etika, moral, dan hukum yang terjadi di dunia kampus harus disuarakan oleh internal kampus terlebih dahulu untuk menciptakan kepercayaan masyarakat atas dunia kampus,” tutup Fahmy.
Seperti diketahui, daftar oknum perguruan tinggi yang melakukan KKN semakin panjang. Sebut saja, Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani, mantan Rektor Universitas Airlangga (Unair) Fasichul Lisan, mantan Rektor Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN SU) Saidurrahman. Kemudian, mantan Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau Akhmad Mujahidin, dan terbaru Rektor Universitas Udayana I Nyoman Gde Antara.
Para pemimpin di perguruan tinggi tersebut melakukan korupsi dengan berbagai modus. Misalnya, Karomani terlibat kasus tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji terkait penerimaan calon mahasiswa baru alias dugaan jual beli bangku di Unila.
Kemudian, Mujahidin terbukti melakukan kolusi pengadaan jaringan internet kampus pada 2020-2021. Sedangkan Nyoman Gde Antara diduga menilap duit sumbangan pengembangan institusi atau SPI mahasiswa baru seleksi jalur mandiri tahun akademik 2018/2019 sampai dengan 2022/2023. (ach/hdl)