Jakarta (pilar.id) – Sepanjang 2022, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menerima 5.306 berkas pengaduan masyarakat. Dari total berkas tersebut, tercatat sebanyak 2.577 kasus terkait dugaan pelanggaran HAM.
Komisioner Bidang Penyelidikan Komnas HAM Uli Parulian Sihombing menjelaskan, terdapat 1.019 kasus dilanjutkan penanganannya oleh Komnas HAM melalui mekanisme pemantauan dan penyelidikan sebanyak 534 kasus. “Mediasi 257 kasus, dan sisanya masih dalam proses analisis aduan,” kata Uli, di Jakarta, Minggu (11/12/2022).
Tiga besar pihak teradu yang ditangani mekanisme pemantauan dan penyelidikan adalah kepolisian sebanyak 232 kasus, korporasi (75), dan pemerintah pusat (54).
Adapun tiga hak yang banyak dilanggar dalam kasus-kasus tersebut adalah hak untuk memperoleh keadilan, hak atas kesejahteraan, dan hak atas rasa aman.
“Lima wilayah terbesar yang merupakan terjadinya kasus adalah Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten,” kata Uli.
Sementara itu, Komisioner Komnas HAM Prabianto Mukti Wibowo menyatakan, persoalan dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh korporasi semakin meningat dari tahun ke tahun. Bahkan, selama tahun 2022, kejahatan HAM yang dilakukan korporasi menempati urutan kedua.
“Dan tentunya aduan yang paling banyak disampaikan konflik agraria, ketenagakerjaan maupun pelanggaran hak dari kelompok marginal, baik perempuan, anak-anak, dan masyarakat hukum adat,” kata dia.
Komnas HAM juga banyak menerima pengaduan kasus pekerja migran yang mengalami pelanggaran HAM di luar negeri, antara lain Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), korban penipuan (scamming) di Kamboja, pelanggaran hak-hak dasar, dan lemahnya penegakan UU tentang perlindungan pekerja migran. Kekerasan juga dialami oleh kelompok disabililitas yang diperkirakan mencapai 23 juta (9 persen) dari total penduduk Indonesia yang masih mengalami serangkaian stigma, diskriminasi, pembatasan akses atas layanan publik, pendidikan, pekerjaan dan kesejahteraan.
“Ke depan kita akan mencoba menyusun sebuah standar norma pengaturan mengenai penerapan prinsip-prinsip bisnis dan HAM di Indonesia yang lebih baik dan efektif,” kata Prabianto. (ach/din)