Jakarta (pilar.id) – Kawasan Bebas Kekerasan, termasuk kekerasan seksual di lembaga pendidikan, merupakan gagasan yang wajib didukung oleh siapa saja. Sementara menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), kekerasan di ranah publik masih tergolong tinggi.
Dari laporan yang ada, kasus kekerasan ini mencapai 1276, di mana kekerasan seksual merupakan jenis yang paling dominan.
Salah satu ranah publik yang perlu mendapatkan perhatian adalah kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan.
Tahun 2023, Catatan Tahunan Komnas Perempuan mencatat bahwa kekerasan di lembaga pendidikan mengalami peningkatan yang signifikan dari 12 kasus menjadi 37 kasus, dengan bentuk kekerasan seksual yang meliputi pencabulan, percobaan perkosaan, pelecehan verbal, hingga kriminalisasi.
Menurut Ketua Subkom Pendidikan Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah, beberapa guru, dosen, dan tokoh agama yang berkiprah di dunia pendidikan turut menjadi pelaku kekerasan.
“Hal ini sangat ironis karena mereka seharusnya menjadi pelindung, tauladan, dan perwakilan negara yang hadir sebagai penanggung jawab hak-hak sipil,” sesalnya.
Kurangnya perspektif Hak Asasi Manusia (HAM) dan gender, baik dalam kebijakan pendidikan atau di kalangan tenaga kependidikan, sering kali menyebabkan terjadinya diskriminasi, intoleransi, dan kurangnya keberpihakan pada korban.
Komnas Perempuan mengapresiasi Gerakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lembaga pendidikan, dengan adanya 125 (100 persen) Satgas PPKS Perguruan Tinggi Umum, 30 (52 persen) Komitmen Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKIN), dan 12 Perguruan Tinggi Keagamaan Budha (100 persen) yang sudah berproses mewujudkan kampus bebas dari kekerasan.
Menurut Komisioner Imam Nahe’i, lembaga pendidikan merupakan institusi strategis dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual.
Penyelenggaraan pendidikan yang demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajuan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan, dan Keputusan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2023 tentang Pedoman Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama harus menjadi rujukan dalam bentuk apa pun yang perlu dipahami oleh civitas akademika dan pembuat kebijakan di lembaga pendidikan. (hdl)