Jakarta (pilar.id) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencurigai adanya aliran dana sebesar Rp300 juta dari tersangka Bupati Kapuas nonaktif Ben Brahim S. Bahat (BSSB) dan mantan anggota DPR RI Ary Egahni ke lembaga survei dengan tujuan untuk meningkatkan elektabilitas mereka.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, mengungkapkan bahwa jumlah tersebut lebih dari Rp300 juta, namun perlu dilakukan konfirmasi lebih lanjut mengenai hal ini.
Dugaan tersebut muncul berdasarkan pengembangan penyidikan dan pengumpulan alat bukti, termasuk data, hasil penggeledahan, keterangan tersangka, dan keterangan saksi-saksi. KPK akan memanggil pihak lembaga survei terkait untuk mengkonfirmasi temuan ini.
Ali menyatakan, “Lembaga survei tadi maka kami panggil sebagai saksi untuk dikonfirmasi, apakah benar ada aliran uang yang ratusan juta itu, yang diberikan oleh beberapa pihak atas perintah tersangka bupati.” Namun, Ali belum memberikan informasi lebih lanjut mengenai kemungkinan KPK akan menyita aset jika terbukti ada aliran dana kepada pihak terkait.
KPK sebelumnya telah memeriksa dua orang saksi dari lembaga survei terkait dugaan aliran dana tersebut. Mereka adalah Direktur Keuangan PT Indikator Politik Indonesia, Fauny Hidayat, yang diperiksa pada 27 Juni 2023, dan Manajer Keuangan PT Poltracking Indonesia, Anggraini Setio Ayuningtias, yang diperiksa pada 3 April 2023.
Pada tanggal 28 Maret 2023, KPK menahan Ben Brahim S. Bahat dan istrinya, Ary Egahni, yang juga anggota DPR RI, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi senilai Rp8,7 miliar.
Modus operandi yang digunakan tersangka adalah pemotongan anggaran dengan dalih utang fiktif, yang disertai dengan penerimaan suap di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.
Ben Brahim, yang menjabat sebagai Bupati Kapuas selama dua periode, yakni 2013-2018 dan 2018-2023, diduga menerima fasilitas dan sejumlah uang dari beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemkab Kapuas, serta dari pihak swasta.
Sementara itu, Ary Egahni, sebagai istri bupati dan anggota DPR RI, juga diduga terlibat dalam proses pemerintahan dengan meminta kepala SKPD untuk memenuhi kebutuhan pribadinya melalui pemberian uang dan barang mewah.
Sumber uang yang diterima Ben Brahim dan Ary berasal dari pos anggaran resmi SKPD Pemkab Kapuas. Uang dan fasilitas yang diterima digunakan untuk biaya operasional selama kampanye Pilkada Kapuas, Pilkada Kalimantan Tengah, dan Pileg 2019.
Dalam konteks izin lokasi perkebunan di Kabupaten Kapuas, Ben Brahim diduga menerima sejumlah uang dari pihak swasta.
Dia juga meminta bantuan beberapa pihak swasta untuk mengorganisir massa pendukung saat kampanye Pilkada Kapuas, Pilkada Kalimantan Tengah, dan Pileg 2019 bagi Ary sebagai calon anggota DPR RI.
Ben Brahim dan Ary Egahni diduga melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (usm/hdl)