Surabaya (pilar.id) – Dalam beberapa hari terakhir, dunia maya diramaikan dengan kehadiran media sosial baru yang diluncurkan oleh Meta, yaitu Threads. Dalam waktu hanya lima hari, media sosial ini telah berhasil menarik lebih dari 100 juta pengguna, dan diperkirakan akan menjadi pesaing serius bagi media sosial berbasis teks lainnya, termasuk Twitter.
Prof. Dra. Rachmah Ida MCom PhD, seorang Guru Besar Studi Media dari Universitas Airlangga (Unair), menanggapi fenomena ini dengan menyebut bahwa persaingan adalah hal yang lumrah dalam industri media. Ia juga menjelaskan bahwa Threads tidak hanya bersaing dengan Twitter, tetapi juga dengan media sosial lainnya.
“Dalam dunia ekonomi digital, semua media sosial saling bersaing untuk mendapatkan sebanyak mungkin pengguna. Hal ini karena industri media digital memiliki model bisnis yang serupa dengan industri media massa konvensional, di mana pendapatan berasal dari pelanggan dan iklan,” jelas Prof. Ida, yang juga masuk dalam daftar Top 100 Scientist Social Sciences versi AD Scientific Index.
Meskipun awalnya banyak orang yang mendaftar ke Threads hanya karena rasa penasaran, media sosial ini tetap memiliki potensi untuk bertahan dalam industri media. Menurut Prof. Ida, fakta bahwa Threads dikembangkan oleh salah satu perusahaan teknologi raksasa juga memberikan keunggulan tersendiri dalam persaingan dengan media sosial lainnya.
Jika dilihat dari sisi historis, media sosial terkenal seperti Twitter awalnya diminati karena banyaknya politikus dan pemimpin dunia yang bergabung di platform tersebut. “Orang-orang mulai ikut-ikutan bergabung dengan media sosial karena merasa dapat dengan mudah mengikuti dan mengomentari isu global, serta merasa bagian dari jaringan pemimpin dunia,” ujar Prof. Ida, yang juga merupakan profesor kajian media pertama di Indonesia.
Dengan tampilan dan fitur-fitur yang hampir serupa, pengguna Threads mungkin akan menemukan hal-hal yang mereka sukai atau cari di Twitter. “Jika ke depannya pengguna lebih menyukai membangun jaringan seperti yang terjadi di Twitter, maka diperlukan fitur yang dapat meningkatkan interaktivitas dengan lebih cepat,” tambahnya.
Namun, tidak hanya interaktivitas, Twitter juga memiliki beragam varian platform yang disukai, seperti fanbase, peran-peran dalam permainan peran (roleplay), dan anonimitas, yang menjadi daya tarik bagi kalangan muda untuk mengekspresikan diri dengan bebas.
“Namun pada akhirnya, kesuksesan atau kegagalan sebuah media sosial tergantung pada sejauh mana pengembangnya memahami tren yang disukai oleh masyarakat,” ungkap Prof. Ida, yang merupakan dosen di Departemen Komunikasi Unair. (usm/hdl)