Jakarta (pilar.id) – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, aksi yang dilakukan hari ini diikuti oleh petani, nelayan, pekerja rumah tangga, dan aktivis perempuan. Ada tiga tuntutan yang mereka suarakan dalam aksi kali ini.
“Satu tolak kenaikan harga BBM, yang kedua tolak UU Omnibus Law Cipta Kerja, yang ketiga naikkan upah buruh tahun 2023 sebesar 10-13 persen,” kata Said, di Jakarta, Selasa (6/9/2022).
Saat ini, lanjut Said, inflasi sudah mencapai 4,9 persen. Diperkirakan, inflasi terus melonjak hingga 7-8 persen. Meskipun, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati sudah mengumumkan laju inflasi akan berada di level 6,8 persen.
“Itu artinya daya beli buruh dengan kenaikan inflasi, turun 30 persen. Harga kontrakan rumah misalnya, sudah naik Rp50-100 ribu dari harga semula,” kata Said.
Sementara, bantuan langsung tunai (BLT) hanya dikasih Rp150 ribu dan diberikan selama 4 kali. Namun, BLT tersebut hanya berlaku untuk pekerja yang menerima upah di bawah Rp3,5 juta.
“Bagaimana dengan yang di atas Rp3,5 juta, tapi upah minimum? Itu sangat memukul daya beli buruh,” kata dia.
Said mendorong DPR agar membentuk Panja atau Pansus sebagai pintu masuk untuk mengusut kenaikan harga BBM yang tengah menjadi sorotan publik. Apalagi, SPBU Vivo telah memberikan harga lebih murah dibanding SPBU Pertamina.
“Kalau yang saya pelajari 1 ron itu nggak terlalu besar ngaruhnya. Rp8.900 di Vivo, Rp10.000 di pertalite. Ini ada apa? Berarti inefisiensi Pertamina dan kemauan elit,” kata Said.
Lebih lanjut, Said mengatakan, dalam aksi kali ini pihaknya meminta pimpinan DPR menemui mereka. Pernyataan pimpinan DPR sangat diperlukan bahwa mereka berpihak kepada rakyat dan siap untuk membentuk Pansus atau Panja BBM.
“Kepada seluruh netizen, saya meminta bergerak, bersatu. Karena kalau kita bersatu, JHT saja kita bisa menang. Akhirnya presiden mau mendengar suara rakyat tidak elit-elit menteri itu,” kata dia. (ach/hdl)