Yogyakarta (pilar.id) – Indonesia merupakan negara dengan banyak warisan budaya yang tinggal dan masih hidup hingga saat ini.
Salah satunya adalah sumbu filosofis Yogyakarta. Untuk bisa mendapatkan pengakuan dari dunia, sumbu filosofis Yogyakarta telah diajukan untuk bisa menjadi salah satu Warisan Budaya Dunia UNESCO.
Pengajuan sumbu filosofis Yogyakarta sebagai bagian dari Warisan Budaya Dunia ini sudah dilakukan sejak tahun 2014 lalu. Namun, jalan yang harus ditempuh oleh sumbu filosofis Yogyakarta ternyata masih cukup panjang.
Upaya pengajuan sumbu filosofi sebagai warisan budaya dunia telah dimulai sejak 2014 namun, baru di tahun 2017 pengajuan tersebut ditetapkan sebagai tentative list UNESCO.
Setelahnya di tahun 2019, naskah usulan sumbu filosofis Yogyakarta sebagai Warisan Budaya Dunia ke UNESCO melewati proses voluntary submission. Dan di tahun 2022 kali ini, prosesnya terus mengalami kemajuan.
Berkas pengajuan sumbu filosofis Yogyakarta saat ini, sedang menunggu kepastian kepesertaan sidang UNESCO yang membahas terkait Warisan Budaya Dunia pada bulan Maret atau April 2023 mendatang.
“Kami masih menunggu informasi dari UNESCO untuk kelanjutannya. Mudah-mudahan prosesnya bisa lancar,” ungkap Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DI Yogyakarta, Dian Lakshmi Pratiwi, Sabtu (25/2/2023).
Dikatakan Dian, saat ini pihaknya tengah menunggu penetapan warisan budaya dunia yang rencananya akan dilaksanakan di Riyadh, Arab Saudi pada September 2023.
“Kami masih menunggu kepastian, apakah kawasan sumbu filosofi ini bisa masuk dalam sidang penetapan warisan budaya dunia pada September 2023,” terangnya.
Lebih lanjut, Dian mengungkapkan tim penilai dari UNESCO telah meninjau secara langsung kawasan sumbu filosofi pada Agustus 2022 lalu. Berdasarkan keadaan di lapangan, nantinya kawasan ini akan termasuk dalam kategori ‘The Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmarks’.
Nominasi ini ditetapkan karena dianggap menjelaskan nilai universal luar biasa (outstanding universal value) ‘The Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmarks’ yang merupakan warisan salah satu leluhur dan pahlawan bangsa, Pangeran Mangkubumi. Dimana nilai historis dan filosofinya tidak akan hilang dan terus terjaga dari generasi ke generasi.
“Sudah (penilaian), dari tim UNESCO ada catatan dan rekomendasi,” bebernya.
Dari catatan tersebut, imbuhnya mayoritas berisi hal-hal bersifat teknis dan saat ini pihaknya telah melakukan tindak lanjut dari catatan dan rekomendasi tersebut, seperti batas zona inti hingga kejelasan kawasan peta sumbu filosofi.
Menurutnya, penilaian dari tim UNESCO bersifat rigid. Dian mencontohkan pada sumbu filosofi terdapat dua sungai dimana terdapat batas zona inti pada zona penyangga atau buffer zone dan wider setting baik di bagian sisi dalam maupun luar.
“Selain kesiapan teknis, ada juga masalah terkait penguatan aspek nilai penting,” ujarnya.
Nilai penting tersebut, kata Dian dibuat sebagai pernyataan bahwa usulan warisan budaya atau cagar budaya di kawasan sumbu filosofi telah sesuai dengan salah satu dari 10 kriteria Outstanding Universal Value dari UNESCO.
Sebagai informasi, keunikan tata ruang yang didesain Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) I ini diklaim sebagai satu-satunya di dunia dimana kawasan sumbu filosofi yang membentang dari selatan ke utara ini membentuk suatu garis lurus apabila ditarik dalam suatu garis.
Adapun garis imajiner tersebut dimulai dari titik Panggung Krapyak, Kraton Yogyakarta, Pasar Beringharjo sampai Tugu Pal Putih Yogyakarta yang menggambarkan perjalanan manusia yang baru lahir, beranjak dewasa, hingga kembali ke Sang Pencipta. (riz/fat)