Jakarta (pilar.id) – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mengapresiasi langkah KejasaanAgung (Kejagung) terhadap penetapan tersangka dalam kasus tindakan melanggar hukum pemberian fasilitas ekspor minyak goreng tahun 2021-2022.
Kejaksaan Agung menetapkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardhana (IWW) ditetapkan sebagai tersangka.
Kejagung juga menetapkan tiga tersangka lainnya yang berasal dari pihak swasta. Tiga tersangka lainnya dari pihak swasta tersebut adalah Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group berinisial SMA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia MPT; dan General Manager PT Musim Mas berinisial PT.
“Prinsipnya saya memberikan apresiasi kepada Kejagung atas penyidikan dan penetapan tersangka terhadap dugaan mafia minyak goreng,” kata Boyamin, Rabu (20/4/2022).
Ia berharap, penetapan ini akan dikembangkan baik kaitannya dengan permasalahan CPO maupun minyak goreng di Indonesia. Karena menurut catatannya, ada 9 perusahaan besar yang bermain dalam ekspor CPO dan turunannya di kala pemerintah menerapkan kebijakan DMO/DPO untuk mengatasi lonjakan harga minyak goreng di dalam negeri.
Karena, menurut dia, tidak mungkin pemufakatan jahat ini dilakukan satu atau dua orang saja. Oleh sebab itu, Boyamin meminta agar Kejagung mengembangkan kasus ini, dalam konteks memperluas agar siapapun yang terlibat dapat dimintai pertanggungjawaban.
“Ini kan baru 3 perusahaan yang diungkap, padahal catatan saya sekitar 9 perusahaan yang terlibat. Jadi kita dorong Kejagung untuk terus mengaitkan dengan pihak-pihak lain yang diduga terlibat. Dari 3 perusahaan yang diduga terlibat itu, sudah termasuk liga besar, meskipun belum juaranya. Tapi saya tetap apresiasi,” ungkapnya.
Mudah-mudahan, lanjutnya, penetapan tersangka ini menjadi faktor atau efek jera bagi para pengusaha minyak goreng. Dia berharap para pengusaha minyak goreng dan sawit lebih memperhatikan rakyat Indonesia dalam mendapatkan minyak goreng.
“Soal mahal nomor dua, tapi langka jangan. Mudah-mudahan tidak terulang lagi kasus langkanya minyak goreng dan mahalnya minyak goreng, sehingga tindakan Kejagung menjadikan efek jera,” tegasnya.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengungkapkan, berdasarkan laporan hasil penyelidikan ditemukan alat bukti pembukaan yang cukup. Bukti-bukti yang cukup itu didapat dengan memeriksa 19 orang saksi, 596 dokumen, dan surat lainnya serta keterangan ahli. Dengan ditemukannya alat bukti yang cukup, maka penetapan tersangka dilakukan.
Adapun, Burhanuddin menjelaskan, tersangka IWW telah menerbitkan secara melawan hukum persetujuan ekspor terkait komoditi crude palm oil (CPO) dan produk turunannya kepada Permata Hijau Group, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multi Mas Asahan, dan PT Musim Mas.
Ketiga tersangka dari pihak swasta telah berkomunikasi secara intens dengan tersangka IWW sehingga Permata Hijau Group, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multi Mas Asahan, dan PT Musim Mas mendapatkan persetujuan ekspor. Padahal ketiga perusahaan tersebut sedang tidak diperbolehkan melakukan ekspor karena harus menjalankan kewajiban distribusi dalam negeri (domestic market obligation/DMO) dan harga penjualan dalam negeri (domestic price obligation/DPO) sebesar 20 persen dari pemerintah.
“Tentang kelangkaan minyak goreng ironis sekali. Karena Indonesia produsen CPO terbesar di dunia,” kata Burhanuddin. (her/din)