Jakarta (pilar.id) – Ketua DPR RI, Puan Maharani, berkomitmen untuk mendorong isu kesetaraan gender dalam Sidang Umum Parlemen se-ASEAN atau ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) yang akan diadakan pada 5-11 Agustus 2023 di Jakarta.
Puan menekankan pentingnya memberikan kesempatan kepada perempuan untuk berperan dalam berbagai bidang. “Perlunya kesadaran akan akses dan peran yang sama bagi laki-laki dan perempuan dalam kehidupan publik. Terutama dalam posisi-posisi pengambilan keputusan, termasuk dalam dunia politik,” ujar Puan dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Kamis (27/7/2023).
Sidang Umum AIPA merupakan salah satu acara penting bagi DPR RI dalam AIPA pada tahun 2023, sejalan dengan kepengurusan Indonesia di ASEAN pada tahun tersebut. DPR RI mengusung tema ‘Responsive Parliaments for A Stable and Prosperous ASEAN’ atau ‘Parlemen yang Responsif untuk ASEAN yang Stabil dan Sejahtera’ pada AIPA General Assembly ke-44.
Sebelumnya, DPR RI telah menyelenggarakan serangkaian acara pra-Sidang Umum AIPA, salah satunya adalah Sidang Coordinating Committee of Women Parliamentarians of ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (WAIPA) atau Komite untuk Perempuan Parlemen AIPA yang diselenggarakan di Padang, Sumatra Barat, pada Juni 2023.
Sidang WAIPA mengusung tema ‘Enhancing ASEAN Resilience through Women Leadership and Gender-Responsive Parliament’. Melalui WAIPA, negara-negara ASEAN berupaya merangkum komitmen bersama yang lebih inklusif dan tangguh untuk kelompok perempuan.
Puan juga menekankan pentingnya keterlibatan perempuan di parlemen ASEAN dan berusaha untuk mewujudkan komitmen tersebut. “Perjuangan kesetaraan gender ini adalah perjuangan bersama. Melibatkan perempuan dalam pengambilan keputusan adalah langkah nyata untuk mendorong kesetaraan gender di tingkat ASEAN,” tambah Puan.
Puan menegaskan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara di ASEAN yang terus mengedepankan kesetaraan gender. Banyak posisi penting diisi oleh perempuan, termasuk di dalam dunia politik. “Indonesia termasuk maju dalam kesetaraan gender, dengan adanya presiden perempuan pertama, wakil presiden perempuan, Ketua DPR perempuan, dan banyak menteri serta kepala daerah perempuan. Banyak perempuan di Indonesia telah membuktikan kapasitas dan kapabilitas mereka sebagai pemimpin yang baik dan sejajar dengan laki-laki,” ungkapnya.
Puan juga menyoroti kurangnya perwakilan perempuan di parlemen tingkat ASEAN, dan berharap Sidang Umum AIPA di Indonesia dapat meningkatkan peran perempuan di ASEAN. “Perjuangan politik di Indonesia untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen tidak pernah berhenti. Kami berupaya untuk membangun regulasi yang mendukung perempuan melalui anggota dewan perempuan,” jelas Puan.
Data dari AIPA 2022 menunjukkan bahwa rata-rata persentase perempuan di parlemen ASEAN adalah 21,7 persen. Singapura memiliki persentase tertinggi dengan 29,5 persen, diikuti oleh Filipina dengan 28 persen, dan Laos dengan 27,5 persen. Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Pemilu 2019, keterwakilan perempuan di DPR RI mencapai 20,8 persen atau 120 anggota legislatif perempuan dari total 575 anggota DPR RI.
DPR RI terus mengusulkan upaya untuk meningkatkan peran perempuan dalam kehidupan bermasyarakat hingga bernegara, salah satunya dengan Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA). Salah satu isu yang diangkat dalam RUU KIA adalah mendukung peran ibu pekerja untuk memastikan perempuan dapat menjalankan tanggung jawab sebagai ibu dan tetap berkembang dalam karir.
Puan menyadari bahwa perempuan harus menghadapi tantangan yang lebih besar dalam karir mereka karena harus menyeimbangkan peran sebagai ibu. Namun, Puan menegaskan bahwa perempuan mampu menjalankan kedua peran tersebut dengan baik. “Kita harus menganggap kodrat perempuan sebagai suatu keistimewaan. Perempuan bisa menjadi istri, ibu, dan pemimpin yang cemerlang. Meskipun membutuhkan usaha ekstra, tapi jangan anggap perempuan tidak mampu karena gender,” tegasnya.
Lebih lanjut, Puan menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan masih menjadi isu serius di ASEAN. Di Indonesia sendiri, pada tahun 2022, Komnas Perempuan mencatat ada 457.895 kasus kekerasan terhadap perempuan.
Puan berharap bahwa komitmen untuk kesetaraan gender dapat didukung oleh pihak-pihak, termasuk laki-laki, dan upaya ini harus terus dilakukan melalui diplomasi parlemen seperti yang dijalankan dalam AIPA. (ted)